Bisa cegah politik oligarki, keputusan MK terkait Pilkada disambut

Nasional, Politik12 views

Caption:Suasana sebuah sidang di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 22 April 2024.(Willy Kurniawan/Reuters)

Dipermudahnya persyaratan parpol dalam mencalonkan kandidat bisa mencegah satu partai atau koalisinya mendominasi kandidat.

Fixsnews.co.id-Keputusan Mahkamah Konstitusi pada Selasa (20/8) terkait perubahan ambang batas perolehan suara partai politik dalam menominasikan kandidat di pilkada disambut positif oleh masyarakat yang menilainya sebagai langkah mencegah kekuasaan oligarki dan menegakkan demokrasi.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, kini partai atau koalisi partai tidak harus memiliki minimal 25 persen suara untuk bisa mencalonkan nama gubernur dan wakilnya, namun hanya perlu mendapatkan 6,5 persen hingga 10 persen dari total suara, tergantung jumlah pemilih.

Putusan MK ini menyelamatkan Pilkada Jakarta dari kemungkinan hanya diikuti oleh calon tunggal, setelah sehari sebelumnya 12 partai yang tergabung dalam “Koalisi Jakarta Baru untuk Jakarta Maju” yang dimotori oleh parpol koalisi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden Februari lalu, mendeklarasikan dukungan mereka ke pasangan Ridwan Kamil – Suswono.

Perubahan ambang batas persyaratan bagai parpol ini juga membuka kesempatan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang hanya memiliki sekitar 14 persen suara dalam Pilkada 2024 untuk mengajukan calon dalam pemilihan gubernur Jakarta.

Ini juga menghidupkan kembali peluang Anies Baswedan – yang dalam jajak pendapat berada di posisi teratas dalam pemilihan gubernur Jakarta, untuk maju menjadi calon setelah sebelumnya semua partai politik lain di Jakarta, selain PDIP, berkoalisi memilih Ridwan Kamil.

Dalam putusan yang mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait undang-undang tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu, MK menetapkan bahwa ambang batas bagi partai politik atau koalisinya dalam mencalonkan kepada daerah untuk memiliki minimal 25 persen suara atau 20 persen kursi di DPRD, tidak berlaku lagi.

Peraturan itu “bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,” ujar Ketua MK, Suhartoyo.

Ridwan Kamil (kiri), calon gubernur Jakarta, dan pasangannya Suswono (kanan) mendeklarasikan pencalonan mereka di panggung dengan latar belakang yang menampilkan logo 12 partai politik yang mendukung mereka, di Jakarta pada 19 Agustus 2024. [Eko Siswono Toyudho/BenarNews]
Dalam putusan itu disebutkan bahwa provinsi dengan daftar pemilih tetap mencapai 2 juta, partai atau gabungan partai bisa mencalonkan jika memperoleh suara sah 10 persen.

Provinsi dengan jumlah pemilih 2-6 juta maka ambang batas pencalonan adalah 8,5 persen. Kemudian, jika jumlah pemilih 6-12 juta, maka partai atau gabungan partai cukup hanya mengumpulkan 7,5 persen suara agar bisa mengajukan calon.

Sedangkan pada provinsi dengan jumlah pemilih lebih dari 12 juta jiwa, maka syarat minimal pencalonan dalam Pilgub adalah mempunyai suara sah minimal 6,5 persen.

Menurut MK, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan putusan ini berlaku mulai Pilkada 2024 karena tidak menyebut soal penundaan pemberlakuan putusan.

“Putusan soal ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan putusan soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK … yang memberi tiket pencalonan dan digunakan Gibran untuk maju pada Pilpres 2024 yang lalu,” ujar dia pada BenarNews.

Pada Oktober 2023, MK yang saat itu diketuai oleh ipar dari Joko “Jokowi” Widodo, Anwar Usman, mengubah persyaratan batas usia terendah calon presiden-wakil presiden yang semula 40 tahun menjadi di bawahnya asal kandidat pernah menjabat sebagai kepala daerah atau anggota DPRD.

Hal ini memuluskan jalan bagi Gibran, putra sulung Jokowi, yang saat itu adalah wali kota Solo dan berusia 36 tahun untuk menjadi pendamping Prabowo sebagai calon wakil presiden. Mereka akhirnya menjadi pasangan pemenang pemilihan presiden dalam pemilu 14 Februari lalu.

Kemenangan demokrasi

Juru Bicara PDI Perjuangan Chico Hakim mengatakan putusan MK ini adalah kemenangan bagi demokrasi. Partainya akan menggelar rapat soal putusan ini.

Di internal partai kata dia beredar nama-nama seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Rano Karno dan Hendrar Prihadi yang dianggap layak memimpin Jakarta.

“Terkait pencalonan Pak Anies di Jakarta, kita lihat nanti. Kita lihat saja nanti bagaimana keputusan di DPP (Dewan Pimpinan Pusat),” ujar dia pada BenarNews.

Sehubungan dengan Pilkada Jakarta, dengan keputusan MK ini, Titi mengatakan, bahkan yang tergabung dalam koalisi Prabowo, juga bisa mengajukan sendiri calonnya, yaitu PKS (16,68 persen), Partai Gerindra (12 persen), Partai NasDem (8,99 persen) Partai Golkar (8,53 persen), PKB (7,76 persen), PSI (7,68 persen) dan PAN (7,51 persen).

Abdul Mu’ti, sekretaris umum Muhammadiyah, menyambut baik keputusan MK.

“Keputusan MK itu diharapkan dapat mengakhiri tirani dan dominasi partai politik besar dalam menentukan kepemimpinan baik di daerah maupun di pusat,” ujarnya.

“Kami berharap partai politik dapat mengambil langkah-langkah politik, khususnya terkait pilkada, agar lebih berani mengambil langkah yang memenuhi aspirasi masyarakat,” tambahnya.

Dedi Kurnia Syah, direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) mengatakan hal serupa.

“Keputusan yang baik bagi demokrasi kita, karena putusan ini akan menggagalkan upaya pihak tertentu menihilkan kontestasi di Pilkada,” ujarnya kepada BenarNews.

Peluang Anies

Analisis politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri mengatakan peluang Anies Baswedan dicalonkan PDI Perjuangan juga besar karena peluang kemenangannya lebih besar dibandingkan dengan mengusung kader internal.

“Ahok yang kontroversial terlalu berisiko untuk Jakarta, apalagi Ridwan Kamil menggandeng Suswono yang berasal dari partai dengan basis pemilih kalangan Islam perkotaan,” kata Aisah.

“Ridwan Kamil ini tidak punya track record di Jakarta. Dia pemain baru,” ujar dia.

Kaesang tidak bisa maju pilgub Jateng

Selain mengubah ambang batas pencalonan, MK juga menegaskan batas usia minimal 30 tahun itu adalah pada saat penetapan calon kandidat gubernur-wakil gubernur dan bukan pada saat pelantikan.

Keputusan MK ini mengabulkan gugatan dua mahasiswa, Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang mengecam kebijakan Mahkamah Agung (MA) pada Mei lalu yang merevisi batas usia minimal 30 tahun yang dipersyaratkan Komisi Pemilihan Umum pada saat penetapan calon gubernur-wakil gubernur menjadi batas umur itu adalah pada saat pelantikan.

Revisi oleh MA ini membuka jalan bagi putra bungsu Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Kaesang Pangarep, yang baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember nanti, untuk maju dalam pemilihan kepala daerah, walaupun usianya belum 30 tahun pada saat penetapan calon pada 27 – 29 Agustus.

Beberapa partai yang tergabung dalam koalisi Prabowo seperti Partai Gerindra dan Nasional Demokrat sudah menyatakan sokongan kepada Kaesang untuk maju dalam pilkada di Jawa Tengah.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, seiring putusan MK hari ini maka Kaesang dipastikan tidak akan bisa ikut dalam pemilihan gubernur November mendatang.

“Enggak bisa maju, kecuali KPU bebal,” kata Feri kepada BenarNews.

Sejumlah pengamat mengapresiasi langkah MK yang berani merevisi putusan MA.

Pengamat pemilu Jeirry Sumampow mengatakan MK telah bertindak tepat dan memberikan kepastian hukum terhadap tahapan Pilkada ke depannya.

“Ini sudah benar. MK mengoreksi ketidakwarasan proses di MA,” ujar Jeirry kepada BenarNews.(BenarNews/03)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan