Buktikan Tak Ada Pembungkaman, Dekan FISIP UNAIR Cabut Pembekuan Pengurus BEM

Caption:Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto bersama Presiden BEM Tuffahati Ullayyah Bachtiar menyampaikan keterangan pasca dicabutnya pembekuan sementara pengurus BEM (foto Petrus Riski/VOA)

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, mencabut pembekuan sementara tiga pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP, setelah meluasnya pro-kontra terhadap karangan bunga bernada satir yang ditujukan pada pemerintahan baru Prabowo-Gibran.

SURABAYA,Fixsnews.co.id—
Lima hari setelah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Universitas Airlangga membuat karangan bunga berisi kecaman terhadap pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemimpin baru Indonesia, yang foto dan videonya viral, tiga fungsi kepengurusan pun dibekukan sementara.

Karangan bunga itu dinilai tidak pantas karena memuat kalimat kasar, antara lain “Selamat atas dilantiknya jendral bengis pelanggar HAM dan profesor IPK 2,3 sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi.”

Dekan FISIP UNAIR Prof. Dr. Bagong Suyanto, Jumat (25/10), membekukan kepengurusan Presiden BEM, Wakil Presiden BEM serta Menteri Politik dan Kajian Strategis. Namun tekanan kuat publik yang menentang kebijakan itu, termasuk permintaan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro pada Minggu malam (27/10), membuat Bagong Suyanto mencabut pembekuan sementara itu.

Berbicara pada wartawan, Bagong Suyanto mengatakan pencabutan pembekuan sementara itu didasarkan pada pembicaraan Dekanat dengan BEM FISIP, yang menyepakati perlunya menghormati kebebasan berpendapat, tetapi harus mengedepankan penggunaan diksi yang seusai dengan kultur akademik.

“Dasarnya adalah kami sudah sepakat dengan Mbak Tuffa dan teman-teman, bahwa concern kami adalah tidak ingin kita ini mengembangkan kultur yang terbiasa menggunakan diksi-diksi yang kasar di dalam kehidupan politik. Jadi sepakat untuk memilih menggunakan diksi yang sesuai dengan kultur akademik. Kami paham apa yang disuarakan oleh BEM FISIP ya, itu menjadi hak BEM FISIP untuk menyuarakan apa yang menjadi aspirasi mereka,” jelas Bagong Suyanto.

Tetap Akan Kritis

Presiden BEM FISIP Universitas Airlangga, Tuffahati Ullayyah Bachtiar, menyetujui permintaan Dekanat FISIP yang tetap membuka kebebasan menyuarakan aspirasi dengan mengedepankan marwah akademik.

Tuffahati menegaskan, BEM FISIP akan tetap kritis dan menyuarakan keprihatinan rakyat terhadap proses Pilpres 2024, seperti yang tertuang dalam karangan bunga yang sempat dipasang di taman barat FISIP UNAIR itu.

Karangan bunga pelantikan presiden dan wakil presiden baru yang dipasang di taman FISIP (foto Petrus Riski/VOA)

“Bahwasanya BEM FISIP akan tetap kritis ke depannya dengan tidak keluar dari koridor akademik, dan karangan bunga yang kemarin memang bentuk ekspresi dari teman-teman Kementerian Politik dan Kajian Strategis, dan itu memang di bawah BEM FISIP,” komentar Tuffahati Ullayyah Bachtiar.

Pengajar: Perlu Dibimbing, Bukan Dibungkam

Dr. Pinky Saptandari, dosen FISIP Unair yang juga antropolog terkemuka mengatakan prinsip membangun kampus demokrasi adalah mengedepankan pemikiran kritis. Suara dan aspirasi mahasiswa, kata Pinky, harus diberi ruang yang luas dan dibimbing agar semakin mampu melihat berbagai persoalan bangsa.

“Sebetulnya ini hanya masalah miskomunikasi. Bahwa semangat kampus ini didirikan merupakan semangat egaliter, toleransi, demokrasi, seperti Pak Tandyo dulu. Jadi, ini hanya persoalan bagaimana komunikasi, dan bagaimana kita memberi ruang apresiasi pada anak-anak untuk tetap bisa menyuarakan suara kritis. Menurut saya sih, justru mereka harus dibimbing, jangan dibungkam, tapi dibimbing,” jelas Pinky Saptandari.

Tuffahati Ullayyah Bachtiar menunjukkan salah satu pesan berisi ancaman dari nomor tidak dikenal. (foto Petrus Riski/VOA)

Pasca meluasnya foto karangan bunga bernada satire itu, beberapa pengurus BEM FISIP UNAIR mendapat serangan digital dan pesan-pesan bernada ancaman. Tetapi Tuffahati mengatakan mahasiswa tidak akan pernah takut terhadap ancaman dan intimidasi; bahkan siap menempuh jalur hukum bila serangan terus dilancarkan oleh pihak yang ingin membungkam mahasiswa.

“Narasi yang dibawakan itu kurang lebihnya sama semua, yaitu mengglorifikasi program-program Jokowi, kemudian mengancam, kemudian mendoakan yang tidak baiklah, seperti itu,” imbuh Tuffahati Ullayyah Bachtiar.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro kepada kantor berita ANTARA mengatakan semua pihak sedianya menghormati otonomi perguruan tinggi, termasuk dalam hal keleluasaan dan kebebasan akademik. Namun ia mengingatkan “kebebasan berpendapat sebagai bagian dari kebebasan akademik juga harus dibarengi akuntabilitas dan tanggung jawab perguruan tinggi kepada publik.”(VOA/03)