Imigran Tanpa Dokumen di AS: Ketakutan dan Harapan Imigran Asal Indonesia di Tengah Penggerebekan ICE

oleh

Caption:Petugas imigrasi AS (ICE) melakukan penangkapan sebagai bagian dari tindakan keras Trump terhadap imigran tanpa dokumen di kota Chicago, Illinois.

Fixsnews.co.id- Badan Penegakan Imigrasi dan Cukai (ICE) telah menangkap sekitar 8.000 imigran tanpa dokumen sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Di tengah penggerebekan dan penangkapan ini, imigran asal Indonesia, Rina, merasa ketakutan namun pasrah dengan situasi yang dihadapinya.

Rina melangkah cepat di kawasan Manhattan, New York, bukan hanya karena angin musim dingin yang menusuk, tetapi juga karena ia ingin segera tiba di tempat kerja. Ia mulai bekerja tepat tengah hari dan selesai tengah malam. Setelah bekerja, Rina yang meminta namanya tidak disebutkan, bergegas menuju subway untuk pulang ke rumah kosnya.

Setiap kali melihat polisi, Rina merasakan getaran ketakutan. Ia sering kesulitan untuk tampil tenang karena jantungnya berdegup kencang. “Setiap hari seperti itu,” ungkap Rina, seorang perempuan muda yang bekerja di sebuah restoran selama 10 jam sehari. Ia nyaris tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi, bahkan pada hari libur.

Pada hari pertama menjabat, Trump menandatangani serangkaian instruksi terkait imigrasi yang memperketat penegakan hukum terhadap imigran ilegal. Salah satu undang-undang yang ditandatangani, Undang-Undang Laken Riley, memungkinkan penahanan imigran ilegal yang dituduh melakukan berbagai kejahatan, termasuk pencurian dan penyerangan.

Kekhawatiran akan penggerebekan oleh petugas imigrasi membuat Rina ingin “hilang” dari radar. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, hanya keluar untuk pergi dan pulang kerja, dan selalu dalam keadaan waspada. “Mau gimana lagi? Cuma bisa pasrah menjalani. Takut sih, takut. Tapi kalau dipikirkan terus, nanti sakit lagi,” ujarnya dengan tawa getir.

Rina terpaksa melanggar izin tinggal di AS karena masih memiliki tanggungan utang untuk bisa datang ke negara tersebut tahun lalu sebagai pekerja magang. “Mudah-mudahan Maret ini sudah lunas. Cuma perlu sedikit waktu lagi,” katanya.

Ketika ditanya apakah ia akan pulang setelah utangnya lunas, Rina menggeleng. Ia berharap bisa memiliki tabungan terlebih dahulu. “Maunya, utang lunas, punya tabungan sedikit, dan bisa pulang sendiri tanpa harus dipulangkan,” harapnya.

Dengan ketidakpastian yang mengelilingi situasi imigrasi di AS, Rina terus berjuang untuk mencapai impiannya sambil menghadapi ketakutan yang menghantuinya setiap hari.

Berbagai laporan media tentang penggerebekan di berbagai kota, termasuk Kota New York, menyiutkan hati Rina. Ingin pulang, tetapi tanggungan utang memaksanya bertahan. Dia pun merasa betah di New York. Apalagi pekerjaan sekarang memberinya penghasilan yang jauh lebih besar daripada yang bisa ia terima kalau bekerja di Indonesia.

“Bingung juga sih. Cuma bisa berdoa sih untuk sekarang. Berdoa sambil jalan gitu. Mau gimana lagi?”

Bertahan, sambil terus berdoa, hanya itu yang juga dilakukan Nanda di Alabama. Bapak satu anak usia 5 tahun ini mengatakan, “Pasrah saja. Mau stay saja dulu sementara. Jalani saja dulu.”

Nanda, yang juga tidak ingin nama lengkap dan kota tempatnya berada sekarang disebutkan, memilih bertahan, menempuh risiko penangkapan, seusai menjalani program magang kerja satu tahun. Alasannya, supaya nanti bisa pulang dengan membawa sedikit modal. Ia nekat walaupun dokumen yang dikantonginya.

“Cuma ada paspor. ID (tanda pengenal) saya sejak bulan lalu sudah tidak berlaku.”

Asosiasi Pengacara Indonesia Amerika (Indonesian American Lawyers Association/IALA) menggelar webinar pada Sabtu lalu (1/2) untuk menanggapi kecemasan sebagian WNI di AS. Lima pengacara dalam acara itu menjelaskan hak-hak imigran dan cara menavigasi perubahan imigrasi.

Para pengacara mengajak masyarakat tenang, mengingatkan untuk membawa kartu identitas, memberi informasi tentang hak-hak imigran ‘Know Your Rights’ yang terangkum dalam kartu kecil, dan menjelaskan langkah yang perlu dilakukan kalau sampai terciduk ICE. Diinformasikan pula nomor-nomor hotline KBRI dan KJRI di seluruh AS.

Di antara pengacara itu adalah Haroen Calehr. Sudah lebih dari 20 tahun ia berpraktik hukum di Houston, Texas. Ia mengakui, sulit untuk tenang ketika menghadapi penggerebekan atau pencidukan ICE. Apalagi kalau pihak berwajib membawa senjata atau datang membawa pasukan.

Tetapi, kata Haroen, “Tetap nomor satu ya bersikap tenang, jangan gerak-gerik yang aneh-aneh. Kalau memang tidak berani menjawab dengan lisan, ya tunjukkan saja kartu know your rights, ketahui hak Anda. Di situ kan sudah tertera.”

Kalau mau menjawab, kata Haroen, secukupnya. Nama, tanggal lahir, asal negara. Tetapi, ia mengingatkan, juga bisa disampaikan minta bertemu pengacara kalau sudah memiliki, atau bertemu perwakilan diplomatik.

“Memang dari undang-undang internasional yang juga sudah disepakati Amerika, (adalah) salah satu hak orang asing yang ditangkap untuk bisa berkonsultasi atau didampingi penjabat konsuler negara mereka.”

Lembaga Pew Research Center memperkirakan terdapat sedikitnya 11 juta imigran tidak berdokumen di AS. Haroen mengutip data dua tahun lalu dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS yang menunjukkan bahwa dari jumlah itu, 60 persen masuk kategori overstay atau melanggar masa tinggal.

Haroen mengatakan, “Dari segi undang-undang hukum imigrasi, kitab undang-undang hukum imigrasi, (overstay) itu bukan suatu pelanggaran pidana.” Namun, menurut kacamata pemerintahan Trump overstay adalah pelanggaran UU Federal. Pelakunya, menurut juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt, juga akan dideportasi.

Nanda dan Rina masuk kategori overstay. Juga Linda di Alaska, yang meminta nama lengkapnya tidak dicantumkan.

Nanda dan Rina baru beberapa bulan overstay. Sedangkan Linda sudah belasan tahun. Seperti Nanda dan Rina, Linda mengaku pasrah dan memilih bertahan.

“Ya sudah, diam saja. Ya, kita di sini ya nggak kemana-mana. Ya pokoknya kita, rumah, kerjaan, begitu saja.”

Sampai kapan akan bertahan? “Ya nggak tahulah, ke depannya gimana,” jawabnya.

Untuk meredam keresahan Nanda, Rina, Linda, dan imigran lain yang tidak berdokumen, Haroen mengatakan, “Badai (ini) akan berlalu.”

Sebelumnya, menanggapi rangkaian penggerebekan imigrasi ini, KBRI di Washington mengingatkan WNI di AS untuk senantiasa membawa kartu identitas dan bersikap tenang ketika berhadapan dengan ICE maupun aparat lain. (VOA/03)