Penulis: Edi Setiawan
Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA
Fixsnews.co.id-Dalam menghadapi dinamika teknologi yang pesat, pendidikan Indonesia perlu mengalami perubahan yang mendalam agar dapat memenuhi kebutuhan dunia yang terus berkembang. Tidak hanya cukup menyediakan lulusan dengan nilai ujian dan ijazah, namun juga generasi yang siap menghadapi tantangan di dunia kerja dan dunia usaha berbasis teknologi.
Untuk mencapai tujuan ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memfokuskan diri pada dua inisiatif penting yang akan dimulai pada tahun 2025. Pertama, integrasi pembelajaran coding dan kecerdasan buatan (AI) di setiap jenjang pendidikan dasar. Kedua, implementasi Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan digunakan untuk menilai kemampuan siswa secara menyeluruh dan objektif.
Pelajaran coding bukan hanya mengajarkan keterampilan teknis untuk membuat program, namun juga membantu siswa mengembangkan cara berpikir yang lebih terstruktur, analitis, dan kreatif.
Keterampilan ini akan membekali mereka dengan kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi dunia kerja yang berorientasi pada teknologi. Sementara itu, dengan hadirnya teknologi kecerdasan buatan (AI) yang semakin merambah berbagai sektor industri, pengenalan AI sejak dini akan membuka wawasan pelajar mengenai bagaimana teknologi ini bekerja, dan lebih penting lagi, bagaimana mereka bisa menggunakannya untuk menciptakan solusi dan inovasi yang bermanfaat.
Namun, pendidikan tidak hanya sebatas pada penguasaan keterampilan teknis saja. Sistem evaluasi yang tepat dan transparan sangat penting agar kemampuan siswa dapat diukur dengan akurat. Di sini, TKA berfungsi untuk mengukur kompetensi siswa dalam bidang literasi, numerasi, dan penalaran ilmiah secara objektif, tanpa memandang latar belakang pendidikan atau geografis.
TKA, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 9 Tahun 2025, akan menggantikan ujian-ujian tradisional dengan evaluasi yang lebih komprehensif. Melalui TKA, seluruh siswa, baik dari jalur formal, nonformal, maupun informal, akan diukur dengan standar yang sama, memastikan keadilan dalam sistem pendidikan.
Sistem evaluasi ini juga akan membantu untuk mengurangi ketimpangan pendidikan di Indonesia. Di masa lalu, siswa dari sekolah-sekolah unggulan atau kota besar cenderung memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan siswa dari daerah terpencil. TKA akan menyamakan kesempatan bagi setiap siswa, memberi mereka kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka.
Tentu saja, pelaksanaan kebijakan ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas atau tenaga pengajar yang terampil dalam mengajarkan coding atau AI. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia industri, serta perguruan tinggi untuk mendukung pelaksanaan kurikulum baru ini secara menyeluruh.
Pemerintah pusat perlu mempercepat pelatihan bagi guru agar mereka dapat mengajar materi terkait teknologi ini dengan baik. Selain itu, infrastruktur digital juga perlu diperhatikan, terutama di daerah yang lebih terpencil, agar setiap siswa mendapatkan akses yang sama terhadap pembelajaran berbasis teknologi.
Di sisi lain, dunia usaha memiliki peran penting dalam mengembangkan kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Dengan mengundang perusahaan-perusahaan teknologi untuk berkolaborasi, sekolah dapat memberikan pembelajaran yang lebih aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan industri di masa depan.
Selain itu, dengan penguasaan keterampilan coding dan AI, para siswa akan memiliki peluang lebih besar untuk menjadi wirausahawan digital. Di dunia yang semakin mengandalkan teknologi, memulai usaha digital bukan lagi sesuatu yang membutuhkan modal besar. Dengan keahlian teknis yang mereka pelajari di sekolah, para siswa bisa menciptakan aplikasi, game, atau layanan berbasis teknologi yang memiliki nilai jual.
Dalam konteks bonus demografi Indonesia, saat ini lebih dari 60 persen penduduk Indonesia berusia di bawah 40 tahun, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan potensi besar dalam hal usia produktif. Namun, potensi ini hanya akan berhasil jika pendidikan di Indonesia bisa mempersiapkan generasi muda dengan keterampilan yang relevan dengan pasar kerja global.
Rasio kewirausahaan Indonesia yang masih rendah, sekitar 3,47 persen, menunjukkan bahwa kita membutuhkan lebih banyak pelaku usaha untuk menciptakan lapangan kerja. Negara-negara seperti Malaysia dan Singapura sudah jauh melampaui kita dengan angka kewirausahaan lebih dari 5 persen. Oleh karena itu, pendidikan harus dilihat sebagai kunci untuk menciptakan generasi yang tidak hanya siap bekerja, tetapi juga siap berwirausaha.
Melalui integrasi coding dan AI dalam kurikulum serta evaluasi berbasis TKA, sekolah bukan hanya mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga kerja yang terampil, tetapi juga mengembangkan jiwa kewirausahaan mereka. Ini adalah langkah besar untuk mencetak generasi yang kreatif, inovatif, dan siap bersaing di dunia digital.
Pendidikan yang tidak hanya fokus pada teori, tetapi juga pada pengembangan keterampilan praktis, akan mendorong lahirnya inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan memberi ruang bagi siswa untuk mengembangkan potensi mereka dalam teknologi, kewirausahaan, dan kreativitas, kita membantu mereka untuk menjadi agen perubahan di masa depan.
Pada akhirnya, keberhasilan transformasi pendidikan ini bergantung pada kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan. Semua elemen bangsa, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat, harus bersama-sama memastikan bahwa setiap siswa di Indonesia memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan yang relevan, adil, dan berkualitas. Dengan demikian, kita tidak hanya akan mencetak generasi pekerja terampil, tetapi juga menciptakan wirausahawan dan inovator masa depan yang dapat membawa Indonesia maju dalam era digital dan global.