Caption:Perwakilan dari Serikat Buruh yang sampaikan aspirasi di depan gerbang KP3B di Aula Sekretariat Daerah Provinsi Banten, KP3B Curug, Kota Serang, Kamis (28/8/2025).
Banten,Fixsnews.co.id- Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Deden Apriandhi H, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Banten menampung seluruh aspirasi yang disampaikan oleh Serikat Buruh dan akan menindaklanjuti sesuai kewenangan yang dimiliki. Pernyataan ini disampaikan saat Deden menerima perwakilan Serikat Buruh di Aula Sekretariat Daerah Provinsi Banten, KP3B Curug, Kota Serang, Kamis (28/8/2025).
Dalam pertemuan tersebut, turut mendampingi Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Septo Kalnadi, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Banten Hadi Prawoto, serta Kapolresta Serang Kota Kombes Pol Yudha Satria.
Deden menjelaskan, aspirasi yang menjadi kewenangan Pemprov Banten akan segera ditindaklanjuti, sementara yang menjadi kewenangan pemerintah pusat akan disampaikan ke pihak terkait. “Pak Gubernur sangat terbuka dan menerima seluruh masukan dari berbagai kalangan, termasuk dari buruh,” ujarnya.
Lebih lanjut, Deden mengungkapkan bahwa pembangunan di Provinsi Banten harus melibatkan seluruh komponen masyarakat, termasuk kalangan buruh, sesuai arahan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
Dalam kesempatan itu, Deden juga menghubungi Gubernur Banten Andra Soni melalui telepon. Gubernur menyampaikan permintaan maaf karena tidak dapat hadir langsung akibat adanya kegiatan di luar. “Nanti ke depan akan kita bicarakan lebih lanjut dalam forum yang lebih kecil agar pembicaraannya lebih terfokus dan terarah,” tambah Deden.
Serikat Buruh menyampaikan enam tuntutan utama, yaitu penghapusan outsourcing dan penolakan upah murah, penghentian PHK serta pembentukan Satgas PHK, reformasi pajak perburuhan, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja tanpa Omnibus Law, pengesahan RUU Perampasan Aset dan pemberantasan korupsi, serta revisi UU Pemilu dan sistem pemilu.
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten, Intan Indria Dewi, menyatakan bahwa aspirasi kenaikan upah sebesar 8,5-10 persen untuk tahun 2026 sudah melalui kajian matang. “Pertumbuhan ekonomi Banten sekitar 5,33 persen dan inflasi 1,59 persen, sehingga tuntutan kami cukup realistis,” jelasnya.
Pemprov Banten berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan serikat buruh demi terciptanya kondisi kerja yang adil dan sejahtera bagi seluruh pekerja di wilayahnya.

TUNTUTAN BURUH KSPI BANTEN UNTUK KEADILAN EKONOMI DAN SOSIAL
Ketua Executive Committee Partai Buruh Kota Tangerang, Kristian Lelono, menegaskan bahwa gerakan buruh di Indonesia tidak hanya memperjuangkan kepentingan pekerja di sektor formal, tetapi juga menyuarakan kepentingan rakyat secara luas. “Tuntutan buruh mencerminkan problem sistemik yang dihadapi oleh kelas pekerja, termasuk ketidakpastian kerja, kebijakan upah rendah, dan lemahnya perlindungan hukum,” kata Kristian Lelono saat dihubungi Fixsnews.co.id, Kamis (28/8/2025).
Kristian Lelono menjelaskan enam tuntutan utama buruh dan rakyat yang harus diperjuangkan:
1.Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah. (HOSTUM) Tuntutan ini berakar pada kritik terhadap model kapitalisme neoliberal dan ekonomi pasar bebas yang seringkali mengabaikan kesejahteraan pekerja demi efisiensi dan keuntungan perusahaan. Dalam kajian sosiologi industri, sistem outsourcing dan upah murah dianggap sebagai bentuk eksploitasi tenaga kerja.
-Eksploitasi dan Ketidakamanan Kerja: Secara sosiologis, outsourcing menciptakan segmentasi pasar kerja di mana pekerja dibagi menjadi “inti” (karyawan tetap) dan “periferal” (pekerja kontrak/alih daya). Status periferal ini membuat pekerja rentan terhadap PHK, minimnya jaminan sosial, dan hilangnya kesempatan untuk pengembangan karir.
-Hal ini sejalan dengan teori Alienasi di mana pekerja menjadi terasing dari hasil kerjanya, proses produksi, dan bahkan dari sesama pekerja, karena tidak ada ikatan atau solidaritas yang kuat.
-Upah dan Keadilan Distributif: Tuntutan tolak upah murah sejalan dengan prinsip keadilan distributif, sebuah konsep dalam filsafat politik yang membahas bagaimana sumber daya (termasuk upah) harus didistribusikan secara adil. Dalam konteks ekonomi, upah yang rendah (di bawah upah layak) dapat menekan daya beli masyarakat secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.
-Implikasi Makroekonomi: Upah yang tidak layak juga memicu ketimpangan ekonomi yang ekstrem, yang menurut kajian dapat menjadi penghambat utama pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, tuntutan ini tidak hanya mengenai kesejahteraan individu, tetapi juga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat buruh.
2.Stop PHK: Bentuk Satgas PHK Tuntutan ini menyoroti perlindungan terhadap hak-hak fundamental pekerja dan stabilisasi sosial. PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) seringkali menjadi titik kulminasi dari ketidakseimbangan kuasa antara pemilik modal dan pekerja.
3.Reformasi Pajak Perburuhan Tuntutan ini didasarkan pada prinsip keadilan pajak (tax justice), yang menekankan bahwa beban pajak harus didistribusikan secara proporsional dan tidak memberatkan golongan masyarakat yang paling rentan.
“Tuntutan ini didasarkan pada prinsip keadilan pajak. Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7.500.000 per bulan adalah langkah penting untuk meringankan beban pajak buruh,” jelas Lelono. Ia juga menekankan pentingnya penghapusan pajak ganda atas pesangon dan THR.
4.Sahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan Tanpa Omnibuslaw Tuntutan ini adalah kritik terhadap proses legislasi dan tata kelola pemerintahan yang dianggap tidak demokratis.
5.Sahkan RUU Perampasan Aset: Berantas Korupsi Tuntutan ini menunjukkan pemahaman buruh bahwa isu ketenagakerjaan tidak dapat dipisahkan dari isu tata kelola pemerintahan yang baik dan keadilan ekonomi.
6.Revisi RUU Pemilu: Redesain Sistem Pemilu 2029 Tuntutan ini menunjukkan bahwa perjuangan buruh tidak hanya terbatas pada isu-isu ekonomi, tetapi juga menyentuh struktur politik yang mendasari kekuasaan.
“Secara keseluruhan, keenam tuntutan buruh ini tidak bisa dipandang secara parsial. Mereka membentuk sebuah kesatuan narasi yang kritis terhadap ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik. Dari kajian ilmiah, tuntutan ini mencerminkan pemahaman mendalam bahwa permasalahan yang mereka hadapi bersifat struktural dan sistemik, bukan sekadar isu teknis atau kasus per kasus. Ini adalah panggilan untuk reformasi menyeluruh yang menyentuh fondasi ekonomi (upah, outsourcing), sosial (jaminan kerja, pajak), dan politik (legislasi, korupsi, Pemilu) di Indonesia,” katanya. (Ben)