Prof Apris Pakar Universitas Nusa Cendana: Ketika Susu Jadi Barang Mewah bagi Anak Indonesia

oleh
Caption : Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (Undana), Prof. Dr. Ir. Apris A. Adu, S.Pt., M.Kes di momen peringatan Hari Susu Nasional.

Nusa Tenggara Timur, Fixsnews.co.id– Di tengah populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa, segelas susu masih menjadi kemewahan bagi sebagian besar keluarga. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, konsumsi susu masyarakat Indonesia baru mencapai 16 liter per kapita per tahun, jauh tertinggal dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai 30–40 liter per kapita per tahun.

Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi Prof. Dr. Apris A. Adu, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Ia menilai rendahnya konsumsi susu berpotensi menghambat peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

“Susu itu merupakan kebutuhan masa pertumbuhan dari anak-anak kita. Hari ini kita melihat bahwa angka stunting yang tinggi ini juga salah satunya adalah dipengaruhi oleh konsumsi susu yang rendah,” ujar Apris yang disampaikan dalam rangka peringatan Hari Susu Nasional yang diperingati setiap Bulan Oktober.

Faktor Ekonomi dan Persepsi Sosial Jadi Penghambat

Prof. Apris menjelaskan, rendahnya konsumsi susu tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh persepsi dan kebiasaan masyarakat. “Masalah ekonomi ini tentunya kita kembali kepada ekonomi rumah tangga dari setiap masyarakat yang ada di Indonesia. Ketidakmampuan untuk membeli susu,” katanya.

Menurutnya, pemahaman masyarakat yang rendah terhadap manfaat susu menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, perubahan pola pikir menjadi langkah awal yang harus dilakukan. Selain faktor ekonomi, ada pula persoalan persepsi dan kebiasaan masyarakat. Masih ada pandangan bahwa minum susu sama seperti minum teh atau kopi, padahal nilai gizinya jauh berbeda. Hal ini menunjukkan masih lemahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya konsumsi susu.

Prof Apris menekankan, perubahan pola pikir adalah langkah awal untuk memperbaiki keadaan. “Kita harus mulai dari kesadaran. Anak-anak harus tumbuh dengan budaya minum susu,” ujarnya.

Rendahnya konsumsi susu berdampak langsung pada kondisi gizi dan perkembangan anak. Dalam perspektif kesehatan masyarakat, kekurangan asupan protein hewani seperti susu menjadi salah satu penyebab tingginya angka stunting di Indonesia.

“Susu berperan penting untuk perkembangan otak, tulang, dan gigi anak. Anak yang rutin minum susu cenderung tumbuh lebih sehat, tinggi, dan cerdas,” jelas Prof. Apris.

Produksi Susu Nasional Masih Tertinggal

Selain masalah konsumsi, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam hal produksi susu. Ketergantungan terhadap impor masih tinggi karena tidak semua wilayah memiliki kondisi ideal untuk beternak sapi perah.

“Ternak sapi, terutama sapi penghasil susu ini, tidak di semua tempat itu bisa dikembangkan. Hanya beberapa spot yang bisa dilakukan peternakan sapi yang memproduksi susu ini. Dia harus mempunyai suhu yang baik, contohnya ada di daerah-daerah Bogor,” jelasnya.

Ia mencontohkan, di Nusa Tenggara Timur, peternakan sapi perah pernah dikembangkan, namun skalanya masih kecil dan sebatas konsumsi rumah tangga. Menurutnya pemerintah harus mampu untuk menyiapkan ternak-ternak sapi yang unggul yang mampu dikembangkan di Indonesia sehingga dapat menghasilkan susu kualitas baik, produksi banyak, dan bebas dari penyakit.

Baca juga:Sampah Menumpuk dan Bau Busuk di Kota Tangerang, Ketua LPKL-Nusantara: Masih Layakkah Disebut “Kota Sehat”?

Viral Dugaan Kekerasan di SMAN 1 Cimarga, Lebak : Tegur Siswa Merokok, Kepala Sekolah Dinonaktifkan Sementara

Tiga Strategi Peningkatan Konsumsi dan Produksi

Menurut Apris, diperlukan tiga strategi utama untuk memperkuat budaya minum susu sekaligus memperbaiki kemandirian produksi susu nasional.

1. Edukasi Gizi Sejak Dini

Edukasi gizi harus dimulai dari tingkat keluarga dan sekolah. Pemerintah, akademisi, dan media perlu berkolaborasi membangun literasi gizi agar masyarakat memahami manfaat susu secara ilmiah dan praktis.

“Kita harus mulai dari kesadaran. Anak-anak harus tumbuh dengan budaya minum susu,” katanya menegaskan.

Tiga Strategi Peningkatan Konsumsi dan Produksi

Menurut Apris, diperlukan tiga strategi utama untuk memperkuat budaya minum susu sekaligus memperbaiki kemandirian produksi susu nasional.

1. Edukasi Gizi Sejak Dini

Edukasi gizi harus dimulai dari tingkat keluarga dan sekolah. Pemerintah, akademisi, dan media perlu berkolaborasi membangun literasi gizi agar masyarakat memahami manfaat susu secara ilmiah dan praktis.

“Kita harus mulai dari kesadaran. Anak-anak harus tumbuh dengan budaya minum susu,” katanya menegaskan.

2. Riset dan Inovasi Peternakan Lokal

Akademisi, kata Prof Apris, berperan penting dalam menciptakan solusi berbasis riset. Ia berharap penelitian tentang perkembangbiakan sapi bisa dilakukan agar produksi susu bisa merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Akademisi ini harus mampu tampil, hilirisasi terhadap hasil riset mereka yang dapat dipakai di dalam industri dan juga dapat dipakai langsung oleh masyarakat,” ujarnya.

3. Kolaborasi Antar Sektor dan Pemerataan Akses

Bagi Prof Apris, kolaborasi adalah kunci. Pemerintah, perguruan tinggi, LSM, dan media perlu bekerja bersama agar anak-anak di seluruh pelosok negeri mendapatkan akses terhadap susu yang terjangkau.

“Adil itu dari Sabang sampai Merauke, anak-anak kita dari sanjat laut sampai Pulau Rote harus mampu mendapatkan akses mengkonsumsi susu dengan baik, dengan harga yang terjangkau dan murah,” tuturnya.

Membangun Generasi Sehat dan Cerdas

Sebagai akademisi dan ahli kesehatan masyarakat, Prof Apris percaya bahwa peningkatan konsumsi susu bukan hanya urusan gizi, tetapi investasi masa depan bangsa. “Kita ingin menciptakan anak-anak Indonesia yang unggul, terampil, dan mereka sehat. Kalau sehat ini berarti bukan saja dalam hal jasmani, tetapi juga mental mereka harus sehat,” ujarnya.

Ia menutup perbincangan dengan pesan sederhana namun kuat. “Mari kita mengkonsumsi susu karena susu itu merupakan sebuah produk yang kaya nutrisi dan juga kompleksitasnya baik dalam hal gizinya. Dengan kita memberikan makanan yang bergizi bagi anak-anak kita, maka tentunya anak-anak kita akan menjadi sehat, kita memperoleh generasi yang unggul dan sehat untuk Indonesia Emas 2045.”(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *