Petani Sawit Indonesia Hadapi Tantangan Ketertelusuran dan Sertifikasi di Tengah Aturan EUDR, Koltiva Dorong Transformasi Digital

oleh

Caption: Sekitar 40% petani sawit Indonesia masih belum terdaftar dalam sistem ketertelusuran dan sertifikasi. Dengan tenggat EUDR Desember 2025 semakin dekat, Koltiva melalui platform KoltiTrace dan KoltiSkills membantu petani kecil meningkatkan kepatuhan terhadap standar RSPO dan ISPO agar tetap kompetitif di pasar global.

{
“@context”: “https://schema.org”,
“@type”: “NewsArticle”,
“mainEntityOfPage”: {
“@type”: “WebPage”,
“@id”: “https://example.com/berita/petani-sawit-indonesia-ketertelusuran-eudr”
},
“headline”: “40% Petani Sawit Indonesia Hadapi Tantangan Ketertelusuran dan Sertifikasi di Tengah Aturan EUDR”,
“image”: [
“https://example.com/images/petani-sawit-indonesia.jpg”,
“https://example.com/images/koltiva-ketertelusuran-sawit.jpg”
],
“datePublished”: “2025-10-30T09:00:00+07:00”,
“dateModified”: “2025-10-30T09:00:00+07:00”,
“author”: {
“@type”: “Organization”,
“name”: “Koltiva”,
“url”: “https://www.koltiva.com”
},
“publisher”: {
“@type”: “Organization”,
“name”: “Koltiva Indonesia”,
“logo”: {
“@type”: “ImageObject”,
“url”: “https://example.com/images/logo-koltiva.png”
}
},
“description”: “Sekitar 40% petani sawit Indonesia belum masuk dalam sistem ketertelusuran dan sertifikasi. Koltiva melalui KoltiTrace dan KoltiSkills membantu petani kecil mempersiapkan kepatuhan terhadap RSPO, ISPO, dan regulasi EUDR yang berlaku pada Desember 2025.”,
“articleSection”: “Keberlanjutan”,
“keywords”: [
“petani sawit indonesia”,
“ketertelusuran sawit”,
“sertifikasi RSPO ISPO”,
“EUDR 2025”,
“koltiva”,
“koltitrace”,
“keberlanjutan sawit”
]
}

Jakarta, Fixsnews.co.id— Sekitar 40% lahan sawit Indonesia dikelola oleh petani kecil, namun sebagian besar masih belum terdaftar dalam sistem ketertelusuran dan sertifikasi formal. Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam menghadapi kewajiban kepatuhan terhadap EU Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku penuh pada Desember 2025 (Mongabay, 2023).

Secara global, petani kecil yang mengelola di bawah 50 hektare menyumbang 30% produksi minyak sawit dunia (Chain Action Research, 2021; RSPO, 2022). Namun, di Indonesia, hanya 7% pabrik bersertifikat yang bermitra dengan petani kecil independen, dan kurang dari 1% dari mereka telah memiliki sertifikasi RSPO atau ISPO.

Contohnya, di Provinsi Riau, perkebunan petani independen mencapai 1,61 juta hektare, tetapi hanya 7.798 hektare (0,48%) yang telah bersertifikat RSPO. Kesenjangan ini mencerminkan minimnya inklusi dan visibilitas data petani dalam rantai pasok nasional.

Akibatnya, petani yang tidak terdaftar sering kali terpinggirkan dari program keberlanjutan, sementara perusahaan besar menghadapi risiko kepatuhan dan hambatan ekspor.

Aspek legalitas dan ketertelusuran kini menjadi syarat utama untuk mengakses pasar ekspor premium. EUDR menuntut ketertelusuran penuh hingga tingkat kebun (plot-level geolocation) serta legalitas lahan. Bagi Indonesia yang memiliki rantai pasok kompleks, hal ini memerlukan registrasi produsen, transaksi transparan, dan data terverifikasi secara digital.

“Digitalisasi dan model kolaboratif dapat mengubah kepatuhan dari beban menjadi peluang. Namun, dampak jangka panjang hanya dapat tercapai jika semua pemangku kepentingan bergerak bersama memastikan tidak ada petani kecil yang tertinggal,” ujar Jusupta Tarigan, Senior Program Manager Koltiva (30/10/2025).

Koltiva Dorong Inklusi Melalui Teknologi

Koltiva, perusahaan AgriTech Swiss–Indonesia, menjadi pionir dalam solusi digital ketertelusuran dan sertifikasi melalui platform KoltiTrace dan KoltiSkills.
Platform KoltiTrace telah memetakan lebih dari 178.000 petani sawit dan memberdayakan 2.600 bisnis di sepanjang rantai pasok sawit nasional.

Selain itu, Koltiva juga berkolaborasi dengan UNDP, SECO, Swisscontact, dan pemerintah daerah untuk memperkuat pengambilan keputusan berbasis data melalui inisiatif Sustainable Landscape Platform Indonesia (SLPI) dan Multi-Stakeholder Forum (MSF) di Aceh Singkil (InfoSawit, 2025).

Dengan digitalisasi yang kuat, Koltiva berharap seluruh pelaku di rantai pasok sawit dapat mencapai kepatuhan penuh terhadap EUDR, RSPO, dan ISPO, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar ekspor berkelanjutan.

Kolaborasi Melalui SLPI dan MSF: Membangun Infrastruktur Digital Sawit Berkelanjutan

Koltiva mendorong transparansi dan inklusi melalui keterlibatan aktif dalam Sustainable Landscape Platform Indonesia (SLPI) serta inisiatif Multi-Stakeholder Forum (MSF) yang menyatukan lembaga pemerintah, sektor swasta, LSM, dan kelompok tani untuk menyelaraskan tujuan keberlanjutan. Melalui kolaborasi dengan UNDP, SECO, dan pemerintah daerah, Koltiva membantu membangun sistem data terintegrasi, memperkuat kesiapan sertifikasi, dan memperluas produksi sawit berkelanjutan di wilayah-wilayah utama.

Salah satu hasilnya adalah Dashboard MSF yang didukung oleh KoltiTrace MIS, yang memungkinkan pemerintah daerah seperti Kabupaten Aceh Singkil mengoordinasikan aksi, memantau indikator keberlanjutan, dan menerbitkan laporan kemajuan secara transparan.

Dengan partisipasi 9 LSM dan 8 lembaga pemerintah, dashboard ini meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan investor, serta produktivitas, sekaligus mengurangi risiko deforestasi.

“Banyak perusahaan di Indonesia kini mengadopsi teknologi untuk memenuhi standar keberlanjutan dan mengintegrasikannya ke dalam rantai nilai mereka. Ketertelusuran digital bukan sekadar alat kepatuhan, tetapi fondasi ketahanan ekonomi. Dengan memberdayakan petani melalui data, kita menciptakan visibilitas yang mendorong nilai, transparansi, dan akses ke pasar premium,” ungkap Ainu Rofiq, Co-Founder Koltiva.

Kolaborasi lintas industri tetap menjadi kunci untuk menutup kesenjangan data yang membuat jutaan produsen tak terlihat. Dengan menggabungkan data kebun yang terverifikasi, ketertelusuran digital, dan dukungan sertifikasi, Indonesia dapat memperkuat posisinya di pasar global sekaligus memastikan kesejahteraan petani kecil.

Pemerintah juga menegaskan bahwa integrasi petani kecil melalui data dan sertifikasi sejalan dengan prioritas nasional untuk daya saing, ketahanan pangan, dan penguatan industri hilir.

“Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing sektor sawit Indonesia melalui implementasi regulasi ISPO. Kami mengapresiasi inisiatif multi-pihak yang mendukung agenda nasional untuk produksi sawit berkelanjutan, kemandirian pangan, dan pengembangan hilirisasi, termasuk dukungan bagi pemerintah daerah serta pendataan petani kecil,” kata Moch. Edy Yusuf, Asisten Deputi BUMN Bidang Industri Manufaktur, Agro, Farmasi, dan Kesehatan, Kemenko Perekonomian RI, dalam webinar Bincang & Tanggap SLPI yang diselenggarakan oleh UNDP bertema “Driving Sustainable Growth in Palm Oil Through Landscape Innovation and Downstream Opportunities”. Webinar ini menyoroti capaian MSF Dashboard untuk proyek LASR (Leuser Alas-Singkil River-basin) dan rencana dukungannya terhadap inisiatif Sustainable Palm Oil Governance 2024–2026.

Seiring berkembangnya wacana global mengenai deforestasi dan transparansi rantai pasok, Indonesia memiliki peluang untuk memimpin melalui inklusi.

Pada tahun 2030, Indonesia berpotensi membuka miliar dolar nilai ekspor yang patuh regulasi jika seluruh pihak, mulai dari pemerintah hingga petani, berkomitmen untuk membawa para produsen yang “tidak terlihat” menjadi bagian dari ekosistem berkelanjutan.(Ben)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *