Caption: Pabrik peleburan nikel di Kawasan Industri Weda Bay Indonesia (IWIP) di Lelilef, Maluku Utara, 7 Juli 2024. (Foto: Azzam Risqullah/AFP)
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat memasukkan nikel Indonesia ke dalam daftar komoditas yang dipercaya melibatkan pekerja paksa dan/atau pekerja anak (TVPRA). Lantas bagaimana nasib kesepakatan dagang nikel yang tengah diperjuangkan Indonesia?
Fixsnews.co.id- Nikel Indonesia resmi masuk daftar komoditas yang dipercaya melibatkan pekerja paksa dan/atau pekerja anak yang dirilis 5 September 2024. Daftar tersebut diatur dalam Trafficking Victims Protection Reauthorization Act dan biasa disebut daftar TVPRA.
Pekerja Paksa di Sulawesi
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat mengutip sejumlah laporan, bahwa fasilitas pengolahan nikel di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, yang mayoritasnya dimiliki perusahaan China, mempekerjakan warga negara China sebagai pekerja paksa.
Laporan tersebut menulis “mereka direkrut lewat penipuan, digaji lebih rendah dari kontrak, kerja lebih panjang, serta menerima kekerasan fisik dan verbal”.
Pengamat menilai daftar ini menjadi pukulan besar, di saat Indonesia ingin menjual nikelnya ke pasar Amerika.
“Istilah sastranya, ibarat surat merah,” pungkas Cullen Hendrix, dari Peterson Institute for International Economics (PIIE) ketika dihubungi VOA.
“Dengan penetapan ini, setiap diskusi mengenai perjanjian perdagangan bebas khusus mineral yang penting dengan Indonesia akan dimulai dengan latar belakang di mana pemerintah Amerika Serikat, khususnya Departemen Tenaga Kerja, secara khusus menuduh bahwa sektor nikel indonesia diliputi oleh kerja paksa,” tambahnya.
Indonesia Ingin Jual Nikel ke Amerika Serikat
Indonesia tengah berupaya menjalin kerja sama perdagangan bebas terbatas, atau limited free trade agreement, dengan Amerika Serikat, utamanya untuk nikel.
Indonesia ingin nikel dari tanah air masuk pasar mobil listrik Amerika Serikat yang tengah mendapat insentif pajak dari UU Pengurangan Inflasi. Namun laporan demi laporan menguak, industri nikel indonesia dibayangi pengaruh China, masalah tenaga kerja, dan kerusakan lingkungan. Hal ini membuat perjanjian perdagangan mendapatkan perlawanan di Senat Amerika Serikat.
Laporan-laporan itu, menurut pengamat energi Energy Shift Institute Putra Adhiguna, masih direspons terbatas oleh pemerintah Indonesia. Namun masuknya nikel indonesia dalam daftar TVPRA, dianggap pengamat sebagai tekanan baru.
“Harapannya dengan masuk ke list ini, kita sudah sampai ke pembicaraan antara government to government. Sehingga ada titik eskalasi yang lebih tinggi,” ujarnya kepada VOA.
Nasib Perjanjian Dagang Bebas Terbatas
Meski begitu, kedua analis sepakat bahwa perjanjian dagang bebas terbatas Amerika Serikat-Indonesia belum sirna. Apalagi Indonesia merupakan produsen utama bijih nikel.
“Realistis saja, saat ini indonesia telah menambang sekitar separuh dari nikel dunia dan Badan Energi Internasional memperkirakan bahwa pangsa tersebut akan meningkat menjadi sekitar 62 persen pada tahun 2030,” tambah Cullen Hendrix.
Daftar ini, menurut Putra Adhiguna, jadi kesempatan Indonesia membuktikan pembenahan dalam industri nikel tanah air, tak hanya bagi pekerja warga negara China, tapi juga pekerja Indonesia sendiri.
“Ketika dari pihak Amerika Serikat mereka willing untuk bicara long term relation, apa hal yang harus diperbaiki dengan jangka waktu seperti apa. Dan dari pihak Indonesia harus menunjukkan dengan bukti konkret. Ini yang sudah kami lakukan selama satu tahun terakhir,” tutupnya. (VOA/03)