Banjir Terparah di Bali Jadi Alarm Krisis Iklim, LindungiHutan Ajak Publik Hijaukan Pulau Dewata

oleh

Bali, Fixsnews.co.id– Banjir besar yang melanda Bali pada 9 September 2025 tercatat sebagai yang terparah dalam satu dekade terakhir, menurut data dari BMKG. Curah hujan ekstrem yang melebihi 300 mm per hari menghantam sejumlah wilayah seperti Jembrana (385,5 mm), Tampak Siring (373,8 mm), Karangasem (316,6 mm), Klungkung, dan Abiansemal, menyebabkan ribuan rumah terendam, infrastruktur rusak, dan aktivitas masyarakat lumpuh.

Namun, hujan ekstrem bukan satu-satunya penyebab utama. Kondisi lingkungan yang semakin terdegradasi memperparah bencana. Salah satunya terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung, kawasan penting penyangga sistem air Bali, yang kini hanya memiliki 3% tutupan hutan dari total 49.500 hektare—jauh di bawah ambang batas aman minimal 30%.

Selain deforestasi, masalah sampah menjadi faktor serius. Sistem drainase banyak tersumbat, dan kurangnya pengelolaan sampah berbasis teknologi membuat air sulit mengalir. Anggota DPR dan Menteri LHK sepakat bahwa sistem peringatan dini dan pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular harus segera diterapkan.

Dampak banjir juga meluas ke sektor kesehatan dan lingkungan. Air genangan membawa limbah dan polutan yang mengancam kualitas hidup masyarakat serta menurunkan fungsi ekologis lahan.

Melihat urgensi tersebut, LindungiHutan mengambil peran aktif dalam konservasi lingkungan, terutama di kawasan pesisir Bali. Salah satu langkah nyatanya adalah melalui program penanaman mangrove Rhizophora di Teluk Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

Mangrove terbukti memiliki banyak manfaat ekologis, seperti:

Menahan abrasi dan gelombang

Meningkatkan serapan karbon

Menyaring polutan dan memperkuat ekosistem pesisir

Teluk Benoa sendiri merupakan kawasan strategis karena berbatasan langsung dengan pusat aktivitas pariwisata Bali. Pelestarian di sini berarti melindungi ekonomi lokal, budaya, dan lingkungan secara bersamaan.

Ajak Publik Berdonasi Pohon untuk Bali yang Lebih Tangguh

Kegiatan konservasi yang dilakukan LindungiHutan bukan hanya untuk hulu sungai, tapi juga menyasar kawasan pesisir yang rentan terdampak perubahan iklim. Melalui donasi bibit pohon, masyarakat bisa ikut ambil bagian dalam aksi adaptasi dan mitigasi iklim yang konkret.

Banjir besar ini menjadi pengingat bahwa perubahan iklim dan kerusakan lingkungan saling memperkuat dampak bencana. Partisipasi publik dalam gerakan penghijauan adalah bentuk adaptasi dan mitigasi yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Melalui donasi bibit pohon di kawasan hulu maupun pesisir Bali, kita bersama-sama dapat menjaga pulau ini tetap hijau, sehat, dan lebih kuat menghadapi krisis iklim di masa depan.(Ben)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *