China dan Filipina Capai Kesepakatan untuk Hentikan Bentrokan di Laut China Selatan

Caption:Pemandangan dari udara menunjukkan Pulau Thitu yang diduduki Filipina, yang secara lokal dikenal sebagai Pag-asa, di Kepulauan Spratly yang disengketakan, Laut China Selatan, 9 Maret 2023. (Foto: REUTERS/Eloisa Lopez)

Fixsnews.co.id- China dan Filipina mencapai sebuah kesepakatan yang diharapkan akan mengakhiri konfrontasi di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan, kata pemerintah Filipina, Minggu (21/7).

Filipina menduduki daerah Beting Second Thomas yang juga diklaim China. Bentrokan yang semakin meningkat di laut di antara kedua pihak telah memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih besar, yang dapat melibatkan Amerika Serikat.

Kesepakatan penting itu tercapai hari Minggu, setelah serangkaian pertemuan antara para diplomat Filipina dan China di Manila dan pertukaran nota diplomatik yang bertujuan untuk membangun kesepakatan yang dapat diterima bersama di wilayah dangkalan tersebut, tanpa pihak mana pun menyerahkan klaim mereka atas wilayah itu.

Dua pejabat Filipina, yang mengetahui proses negosiasi, membenarkan adanya kesepakatan tersebut kepada kantor berita Associated Press dengan syarat anonim. Pemerintah Filipina sendiri kemudian menerbitkan pernyataan singkat yang berisi pengumuman tentang kesepakatan itu tanpa memberi rincian.

Bendera Filipina berkibar di BRP Sierra Madre, kapal tua Angkatan Laut Filipina yang terdampar sejak 1999 dan kini menjadi pangkalan militer Filipina di Second Thomas Shoal di Laut China Selatan, 29 Maret 2014. (Foto: REUTERS/Erik De Castro)

“Kedua belah pihak terus mengakui perlunya meredakan situasi di Laut China Selatan dan mengatasi perbedaan melalui dialog dan konsultasi dan setuju bahwa perjanjian itu tidak akan merugikan posisi masing-masing di Laut China Selatan,” kata Departemen Luar Negeri Filipina di Manila.

Belum ada pihak yang merilis teks perjanjian tersebut.

China berselisih dengan beberapa negara mengenai perbatasan darat dan laut, di mana banyak di antaranya terkait Laut China Selatan. Tercapainya perjanjian dengan Filipina, yang merupakan sesuatu yang langka, dapat meningkatkan harapan tercapainya perjanjian serupa dengan negara-negara lain untuk menghindari bentrokan, meski masalah teritorial tersebut tetap belum terselesaikan. Meski demikian, masih harus dilihat apakah perjanjian itu akan berhasil dilaksanakan dan akan bertahan berapa lama.

Pasukan penjaga pantai dan lainnya di China telah menggunakan meriam air yang kuat dan melancarkan manuver menghalang-halangi yang berbahaya untuk mencegah pengiriman pasokan makanan dan lainnya ke tentara Angkatan Laut Filipina yang berada di pos terdepan Manila, di Second Thomas Shoal.

Ketegangan terkait wilayah itu telah berulang kali memuncak sejak tahun lalu di antara penjaga pantai, angkatan laut dan kapal-kapal yang dicurigai sebagai milisi China dengan kapal-kapal angkatan laut Filipina yang dikawal penjaga pantainya, yang membawa persediaan makanan, air, serta personel angkatan laut dan marinir ke pos terdepan Filipina di BRP Sierra Madre, kapal perang berkarat yang telah lama berlabuh di wilayah perairan dangkal itu.

Insiden konfrontasi terburuk terjadi ketika pasukan China yang menaiki perahu motor berulang kali menabrak dan kemudian menaiki dua kapal angkatan laut Filipina pada 17 Juni lalu, untuk mencegah personel Filipina memindahkan persediaan makanan dan pasokan lainnya, termasuk senjata api, ke pos terdepannya, menurut pemerintah Filipina.

Setelah berkali-kali menabrakan kapal mereka, China menyita kapal-kapal angkatan laut Filipina dan merusaknya dengan parang dan tombak rakitan. Mereka juga menyita tujuh pucuk senapan M4 yang dikemas dalam peti dan perbekalan lainnya. Bentrokan itu melukai beberapa personal angkatan laut Filipina, termasuk satu orang yang kehilangan jempolnya, dalam bentrokan kacau yang terekam dalam video dan foto yang kemudian dipublikasikan pejabat Filipina.

China dan Filipina saling menyalahkan atas konfrontasi itu, dan masing-masing saling mengklaim hak kedaulatan mereka atas wilayah dangkal tersebut, di mana Filipina menyebutnya sebagai wilayah Ayungin, sedangkan China menyebutnya Ren’ai Jiao.

AS dan sekutu pentingnya di Asia dan Barat, termasuk Jepang dan Australia, mengutuk tindakan China di wilayah tersebut dan menyerukan agar supremasi hukum dan kebebasan navigasi ditegakkan di Laut China Selatan, yang merupakan rute perdagangan global penting dengan daerah penangkapan ikan dan cadangan gas bawah laut yang melimpah.

Selain China dan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga terlibat dalam sengketa wilayah yang semakin panas di Laut China Selatan, yang dinilai sebagai titik ketegangan dalam persaingan AS dan China di kawasan. Militer AS telah menerjunkan kapal-kapal angkatan laut dan pesawat tempur selama puluhan tahun dalam apa yang disebutnya patroli kebebasan navigasi dan penerbangan, yang ditentang China dan dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas kawasan.

Washington sendiri tidak memiliki klaim wilayah atas Laut China Selatan, akan tetapi telah berulang kali memperingatkan bahwa pihaknya berkewajiban membela Filipina, sekutu tertuanya di Asia, apabila pasukan, kapal dan pesawat Filipina diserang, termasuk di Laut China Selatan.

Satu dari dua pejabat Filipina yang berbicara kepada AP mengatakan bahwa konfrontasi pada 17 Juni memicu Beijing dan Manila untuk mempercepat perundingan mengenai pengaturan yang akan mencegah konfrontasi masa depan di Second Thomas Shoal.

Personel Garda Pantai China menaiki perahu karet berlambung kaku (berwarna hitam) selama konfrontasi dengan personel Angkatan Laut Filipina di kapal masing-masing (berwarna abu-abu) di dekat Second Thomas Shoal di Laut China Selatan. (Foto: AFP)

Dalam pertemuan-pertemuan terakhir pada empat hari terakhir, dua tuntutan China yang menjadi poin utama dihapus dari rancangan kesepakatan.

China sebelumnya mengatakan pihaknya akan mengizinkan persediaan makanan, air dan kebutuhan dasar lainnya dikirim oleh Filipina ke pasukannya di wilayah dangkalan tersebut jika Manila setuju untuk tidak membawa bahan bangunan untuk membentengi kapal tua yang dijadikan pos terdepannya itu, serta memberi tahu China lebih awal dan memberi China hak untuk memeriksa kapal-kapal tersebut untuk memastikan tidak ada bahan tersebut, kata pejabat-pejabat itu.

Filipina menolak persyaratan itu dan kesepakatan akhir di antara kedua negara pun akhirnya tidak memasukkan tuntutan tersebut, menurut pejabat Filipina itu.(VOA/03)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan