Kudus, Fixsnews.co.id– Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) menyelenggarakan kegiatan Festival Literasi 2024 di Kabupaten Kudus, pada Sabtu (14/9).
Kegiatan yang bertajuk “Literasi, Media Sosial, dan Antikekerasan” diselenggarakan untuk lebih memahami pentingnya bijak dalam bermedia sosial dan menolak segala bentuk kekerasan seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Pelaksana harian (Plh.) Kepala BKHM, Anang Ristanto, menyampaikan bahwa di era digital saat ini, literasi menjadi semakin penting, karena informasi tersebar luas melalui berbagai saluran atau platform, termasuk media sosial. Ia menambahkan, kemampuan literasi seseorang akan membentuk perilaku sebagai pengguna media sosial.
“Tanpa literasi yang memadai, pengguna media sosial rentan terjebak dalam penyebaran hoaks, misinformasi, atau berita yang tidak valid. Oleh karena itu, literasi digital yang baik akan membantu pengguna media sosial untuk lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi, serta mempertimbangkan dampak dari apa yang mereka unggah,” ucap Anang dalam sambutannya pada kegiatan Festival Literasi 2024 yang diselenggarakan di Kabupaten Kudus.
Selain itu, kata Anang, literasi berperan dalam membentuk etika dan tanggung jawab dalam bermedia sosial. Pengguna yang memiliki literasi digital yang baik akan lebih bijak dalam berkomunikasi, memahami konteks, dan menjaga interaksi yang positif di platform digital.
Di sisi lain, lanjut Anang, jika media sosial digunakan secara tidak bijak, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Seperti penyebaran berita bohong atau hoaks, perundungan melalui dunia maya atau cyberbullying, hingga aksi kekerasan yang berawal dari konflik di dunia maya.
“Oleh karena itu, sangat penting bagi kita semua, terutama para generasi muda, untuk bisa bersikap bijak dalam menggunakan media sosial serta menggunakan media sosial sebagai sarana untuk hal-hal yang positif. Selain itu kita juga harus menanamkan sikap anti kekerasan dalam diri kita. Kekerasan, baik dalam bentuk fisik, maupun verbal tidak pernah menjadi solusi dari sebuah masalah,” ujar Plh. Kepala BKHM.
Pada kesempatan yang sama, Penjabat (Pj.) Bupati Kudus, Muhamad Hasan Chabibie, mengatakan bahwa pada saat ini, tradisi literasi Indonesia terbilang cukup rendah. Menurut data UNESCO, kata Hasan, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. “Itu berarti hanya ada 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca. Data tersebut menempatkan Indonesia di peringkat terendah kedua versi UNESCO,” tutur Hasan.
Hasan mengungkapkan bahwa, kondisi tersebut memperlihatkan bahwa salah satu tantangan negara Indonesia saat ini ialah membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) yang lebih terdidik dan memiliki kecintaan terhadap dunia literasi. Ia menambahkan, pada era 4.0 yang memiliki kemajuan dalam bidang teknologi dan pengetahuan bahan literasi bacaan pun sudah tersedia dalam platform media elektronik seperti gawai dan televisi.
“Hal tersebut memudahkan kita untuk mengakses bacaan di manapun dan kapanpun. Kebutuhan akan literasi berbasis media elektronik saat ini sudah menjadi kebiasaan bagi semua kalangan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ucap Hasan, kesadaran akan pentingnya literasi perlu ditumbuhkan agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa lain. “Dengan demikian, diperlukan pendidikan mengenai literasi. Untuk itu, kami atas nama pribadi dan pemerintah Kabupaten Kudus sangat mengapresiasi adanya Festival Literasi yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek,” katanya.
Pada Kegiatan Festival Literasi 2024, turut diselenggarakan gelar wicara bertajuk “Bijak bermedia sosial dalam mencegah kekerasan di satuan pendidikan” dengan pembicara Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Siti Malaiha Dewi, dan penulis buku dan influencer, Iwan Setiawan. Kegiatan tersebut diikuti oleh 250 peserta yang terdiri dari siswa, guru, dosen, mahasiswa, pengasuh pesantren, organisasi masyarakat, dan pegiat sosial.(red)