Jakarta, Fixsnews.co.id– Pemerintah Indonesia mulai tahun 2025 memperketat aturan imigrasi dengan menetapkan denda sebesar Rp1.000.000 atau sekitar USD 65 per hari bagi orang asing yang tinggal melebihi masa berlaku visa. Deportasi otomatis akan diberlakukan apabila keterlambatan melebihi 60 hari. Aturan ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan disertai kemungkinan larangan masuk kembali selama enam bulan hingga dua tahun.
Sistem digital dan verifikasi biometrik yang diterapkan di bandara dan pelabuhan memastikan setiap pelanggaran overstay tercatat tanpa kecuali, sehingga praktik overstaying visa kini nyaris mustahil tidak terdeteksi. Kebijakan ini berdampak langsung pada wisatawan, ekspatriat, digital nomads, dan pebisnis asing yang menjadikan Indonesia sebagai destinasi tinggal atau bekerja.
Falaah Saputra, Konsultan Media Relation dan SEO untuk CPT Corporate, menegaskan bahwa tanggal kadaluarsa visa bersifat final dan tidak dapat dinegosiasikan. “Bahkan keterlambatan satu hari saja sudah mewajibkan pembayaran denda penuh sebelum meninggalkan Indonesia. Ini menempatkan Indonesia di antara negara dengan sanksi overstay terberat di Asia Tenggara,” ujarnya.
Menurut Falaah, kebijakan tegas ini diambil untuk memperkuat tata kelola migrasi, melindungi pasar tenaga kerja domestik, dan mencegah penyalahgunaan izin tinggal. “Fenomena orang asing yang bekerja tanpa izin resmi dan tinggal melebihi masa visa semakin menjadi perhatian serius. Pengetatan aturan ini diharapkan memberi efek jera sekaligus menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak,” tambahnya.
Dengan aturan baru ini, orang asing diimbau untuk selalu mematuhi masa berlaku visa dan melakukan perpanjangan melalui saluran resmi. Pelanggaran tidak hanya berisiko denda besar, tetapi juga deportasi dan larangan masuk kembali yang dapat mengganggu aktivitas dan rencana tinggal di Indonesia.
Bagi orang asing yang sudah telanjur overstaying, langkah pertama adalah segera melapor ke kantor imigrasi setempat dengan jujur. Setelah itu, pembayaran denda wajib dilakukan sesuai jumlah hari keterlambatan, dan keberangkatan harus segera diatur. Keterlambatan lebih lanjut hanya akan memperbesar beban finansial sekaligus memperkuat kemungkinan deportasi. Bukti pembayaran resmi sangat penting untuk disimpan agar tidak menimbulkan kendala saat mengajukan visa baru di masa mendatang.
Di tengah kompleksitas regulasi ini, banyak ekspatriat dan perusahaan memilih menggunakan layanan profesional untuk menghindari kesalahan administratif. Salah satu rujukan yang banyak digunakan adalah visa immigration dari CPT Corporate, yang menyediakan pendampingan untuk aplikasi dan perpanjangan visa, pengurusan KITAS, serta kepatuhan sponsor bagi tenaga kerja asing. Dengan dukungan tersebut, individu maupun perusahaan memperoleh kepastian hukum dan dapat fokus pada kegiatan utama mereka tanpa khawatir terhadap risiko imigrasi.
Fenomena pengetatan aturan ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara lain juga bergerak ke arah yang sama, mencerminkan tren global di mana keamanan perbatasan dan regulasi tenaga kerja asing semakin diperkuat. Bagi Indonesia, kebijakan ini sekaligus mempertegas komitmen menjaga kedaulatan hukum serta memberikan sinyal kepada komunitas internasional bahwa pelanggaran visa tidak akan ditoleransi.
Pada akhirnya, siapa pun yang berencana menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata, pusat kerja jarak jauh, atau basis investasi harus memahami bahwa overstaying visa tidak lagi bisa dianggap remeh. Dengan denda tinggi, deportasi otomatis, dan larangan masuk kembali, kepatuhan terhadap aturan imigrasi kini menjadi bagian penting dari pengalaman tinggal di Indonesia. Bagi orang asing, solusi terbaik adalah kesadaran, perencanaan matang, dan jika perlu, pendampingan profesional untuk memastikan setiap langkah sesuai hukum yang berlaku.(Ben)