Caption: Presiden Indonesia Joko Widodo memberikan gelar kehormatan bintang empat kepada Menteri Pertahanan dan calon presiden Prabowo Subianto, didampingi Kapolri Listyo Sigit Prabowo di Mabes TNI di Jakarta, 28 Februari 2024. (Antara Foto/Sigid Kurniawan/ via REUTERS)
Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden Prabowo Subianto dianugerahi pangkat secara istimewa Jenderal TNI Kehormatan oleh Presiden Joko Widodo di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/2). Banyak pro dan kontra mengenai pemberian kenaikan pangkat tersebut. Apa kata Jokowi?
JAKARTA, Fixsnews.co.id—
Presiden Joko Widodo menepis isu adanya transaksi politik di balik penganugerahan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan bagi Prabowo Subianto.
“Ya kalau transaksi politik kita berikan saja sebelum Pemilu. Ini kan setelah pemilu jadi supaya tidak ada anggapan-anggapan seperti itu,” ungkap Jokowi. Jokowi menjawab adanya pro dan kontra atas hal tersebut.
“Ini juga sudah (pernah diberikan), bukan hanya sekarang. Dulu diberikan ke Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Juga pernah diberikan kepada Pak Luhut Binsar Pandjaitan. Ini sesuatu yang sudah biasa di TNI maupun di Polri,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pemberian anugerah ini telah melalui verifikasi dari Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Selain itu, kata Jokowi, penerimaan anugerah bintang tersebut juga sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
“Kemudian Panglima TNI mengusulkan agar Pak Prabowo diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa. Jadi semuanya berangkat dari bawah, berdasarkan usulan Panglima TNI, saya menyetujui untuk memberikan kenaikan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan,” jelasnya.
Pada tahun 2022, ujar Jokowi, Prabowo sudah menerima penghargaan lain, Bintang Yudha Dharma Utama, atas jasa-jasanya dalam bidang pertahanan, sehingga memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kemajuan TNI dan kemajuan negara.
Dengan kenaikan pangkat tersebut, Prabowo Subianto yang mengakhiri tugasnya sebagai militer pada tahun 1998 dengan pangkat Letnan jenderal atau bintang tiga, akan naik menjadi jenderal penuh atau bintang empat.
Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Prabowo mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas anugerah dan kehormatan ini. Ia juga berterima kasih kepada TNI, dan Polri serta seluruh prajurit TNI dan polisi di seluruh pelosok tanah air.
“Sejak umur 18 tahun, saya mengucap sumpah untuk selalu setia kepada Negara, Bangsa dan Rakyat Indonesia, serta mendarmabaktikan dan mempersembahkan jiwa raga saya untuk negara kita tercinta. Sumpah itu yang akan saya selalu pegang,” ungkap Prabowo.
Pengamat militer Khairul Fahmi mengatakan dalam UU Nomor 20 tahun 2009 ada istilah pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan dari negara kepada penerima tanda kehormatan bintang militer.
Prabowo, kata Khairul, sebelumnya sudah mengantongi empat tanda kehormatan bintang militer utama yakni Bintang Yudha Dharma Utama, Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swabuana Paksa Utama. Penghargaan empat tanda kehormatan bintang militer itu menjadi dasar yang cukup untuk pemberian pangkat istimewa sesuai dengan ketentuan UU nomor 20 tahun 2009 dan PP nomor 35 tahun 2010.
“Secara administratif, dia memenuhi syarat karena persyaratannya itu ada bukan pada pengangkatannya, tapi pada penganugerahan tanda kehormatan. Ketika dia mendapat tanda kehormatan, dia menerima tanda kehormatan maka salah satu hak yang bisa dia miliki adalah mendapatkan pangkat secara istimewa. Artinya, sebenarnya usul penganugerahan pangkat Jenderal Bintang 4 secara isimewa itu sudah bisa dilakukan juga pada dua tahun yang lalu ketika beliau menerima anugerah tanda kehormatan Bintang Militer Utama. Cuma waktu itu mungkin dianggap belum urgent,” ungkap Khairul.
Terkait isu pelanggaran HAM berat, Khairul mengatakan bahwa sejauh ini belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan dan menghukum Prabowo Subianto sebagai pelaku pelanggaran HAM berat.
“Sepanjang itu tidak ada, ya tentu saja dia tidak bisa disebut pelaku pelanggaran HAM berat dan karena itu asas praduga tidak bersalah juga berlaku untuk Pak Prabowo. Selama itu belum ada, dia tidak kehilangan hak apapun,” katanya.
Namun, SETARA Institute menuntut agar Jokowi membatalkan pemberian bintang kehormatan kemiliteran untuk Prabowo.
“Jika tuntutan ini diabaikan, maka semakin jelas bahwa di ujung periode pemerintahannya, Presiden Joko Widodo lebih sering menampilkan tindakan politik dan pemerintahan yang bertentangan dengan hukum, melawan arus aspirasi publik, dan mengabaikan hak asasi manusia,” ungkap Ikhsan Yosarie, peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute dalam siaran pers yang diterima oleh VOA.
Ikhsan membeberkan sejumlah alasan mengapa Jokowi harus membatalkan penghargaan itu. Di antaranya, bintang kehormatan sebagai pangkat militer perwira tinggi itu bermasalah jika diberikan Jokowi kepada Prabowo karenaa ia pensiun dari dinas kemiliteran setelah diberhentikan melalui KEP/03/VIII/1998/DKP dan Keppres No. 62 Tahun 1998. Jadi, Prabowo keluar dari militer bukan karena memasuki usia pensiun, tetapi karena diberhentikan.
“Dengan demikian, keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran,” tuturnya.
Selain itu, kata Ikhsan, pemberian gelar kehormatan Jenderal Bintang Empat kepada Prabowo merupakan langkah politik Presiden Jokowi yang menghina dan merendahkan korban dan pembela HAM, terutama dalam Tragedi Penculikan Aktivis 1997-1998.
Dugaan keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan aktivis itu, tutur Ikhsan, sudah jelas dinyatakan oleh satu lembaga ad hoc kemiliteran resmi yang dibentuk oleh negara bernama Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Dewan itu yang merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari dinas kemiliteran, dan kemudian dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden.
“Dengan begitu, negara jelas menyatakan bahwa Prabowo merupakan pelanggar HAM. Jadi, langkah politik Jokowi nyata-nyata bertentangan dengan hukum negara tentang pemberhentian Prabowo. Ia juga melecehkan para korban dan pembela HAM yang hingga detik ini terus berjuang mencari keadilan,” pungkasnya.(VOA/03)