KPAI Sesalkan Putusan MK yang Izinkan Kampanye di Sekolah

Nasional107 views

Caption: Seorang remaja perempuan tampak menggunakan ponselnya di area depan mural kampanye Pemilu 2019 yang terpasang di sebuah lokasi di Banda Aceh, pada 17 Maret 2019. (Foto: AFP/Chaider Mahyuddin)

Fixsnews.co.id- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di sekolah dan kampus tanpa atribut dan izin pihak sekolah. Hal tersebut dinilai berpotensi melanggengkan dan memperluas potensi pelanggaran hak-hak konstitusional anak dalam masa kampanye pemilu dan pilkada serentak 2024 nanti.

Komisioner KPAI Sylvana Apituley menekankan sekolah seharusnya dijaga agar tetap menjadi ruang publik yang netral dari aktivitas politik elektoral yang sarat dengan kepentingan personal dan kelompok, serta bebas kekerasan terutama kekerasan simbolik dan verbal.

Masyarakat, terutama para pelaku dan peserta pemilu dan pilkada 2024, tambahnya, harus diedukasi bahwa konten kampanye politik bukanlah konsumsi anak-anak sekolah; bahkan tidak untuk peserta didik usia 17 tahun yang sudah memiliki hak pilih. Sebaliknya yang diperlukan adalah pendidikan politik, kewarganegaraan dan hak asasi manusia (HAM). Menurutnya kampanye jelas bukanlah modal pendidikan politik yang ideal bagi murid-murid sekolah, termasuk bagi pemilih pemula.

Baca Juga:WFH Dinilai Tidak Efektif Kurangi Polusi Udara di Jakarta

Indonesia Temukan Spesies Flora dan Fauna Baru

“Adanya putusan MK ini menyadarkan KPAI betapa belum semua pihak awas dan memprioritaskan hak-hak Konstitusional anak yang seringkali tersembunyi di balik kesadaran dan kepentingan dominan orang dewasa,” tegas Sylvana kepada VOA, Selasa (22/8).

Sekolah juga dinilai rentan melakukan pelanggaran pidana pemilu saat diperebutkan untuk menjadi target kampanye, terutama sekolah-sekolah dengan jumlah murid kategori pemilih pemula yang cukup besar.

Relasi kuasa antara peserta pemilu dan pilkada dengan pihak sekolah, terutama kepala daerah petahana yang akan maju lagi dalam pilkada, adalah titik lemah potensi terjadinya pelanggaran pidana pemilu, yang sekaligus memperbesar potensi terjadinya manipulasi, eksploitasi dan penyalahgunaan anak, tambahnya.

Bahaya lain yang harus diwaspadai saat kampanye di sekolah adalah potensi ancaman kekerasan yang melibatkan masa pendukung. Jika ini yang terjadi, negara gagal dalam melindungi anak dari penyalahgunaan dalam politik, sebagaimana diatur dlm UU Perlindungan Anak, ujarnya. Negara bahkan dapat disebut “membiarkan” atau tidak melakukan tanggungjawabnya utk melindungi anak-anak dari bahaya kekerasan pada masa kampanye Pemilu/Pilkada 2024.

KPAI telah mengintensifkan koordinasi dengan KPU, dan memberi masukan dalam revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang kampanye, guna memastikan perlindungan anak dan pemenuhan hak anak yg optimal dalam aturan tersebut. KPAI beberapa bulan terakhir ini telah mendorong pengaturan yang lebih rinci, jelas dan komprehensif terkait kampanye di sekolah, dan memastikan penetapan sangsi yang jelas dan tegas bagi yang melanggar. Sebuah panduan pengawasan pemilu/pilkada berbasis hak anak juga akan segera dirilis sehingga dapat digunakan masyarakat luas.

Lingkungan Pendidikan Tidak Kondusif

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyarankan agar peserta pemilu untuk tidak berkampanye di sekolah atau kampus karena dikhawatirkan akan membuat lingkungan pendidikan tidak kondusif.

Menurutnya masih banyak lokasi lain yang bisa dipilih calon presiden, calon wakil presiden, dan calon anggota legislatif untuk berkampanye.

“Kalau itu akan berpotensi menimbulkan terjadinya friksi, menjadikan tidak kondusifnya lembaga pendidikan akibat dipakai untuk kampanye, sebaiknya saran saya tidak usah. Terlalu banyak tempat untuk kampanye, ngapain harus cari lembaga pendidikan,” ujarnya.

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Idham Holik mengatakan lembaganya akan segera merevisi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.

“Tentunya KPU akan menyesuaikan peraturan teknis KPU. Sebagaimana kita ketahui, putusan MK bersifat final dan mengikat. Jadi nanti KPU akan melakukan perbaikan peraturan,” kata Idham.

Dalam peraturan itu tambahnya KPU masih menyadur ketentuan kampanye di dalam pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang melarang kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan tanpa syarat.

Menurutnya dalam melakukan revisi, KPU akan melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan meminta masukan masyarakat.

Mahkamah Konstitusi dalam putusan tanggal 15 Agustus lalu melarang sepenuhnya penggunaan tempat ibadah untuk kegiatan kampanye peserta pemilu karena berpotensi memicu emosi dan kontroversi, serta merusak nilai agama. Namun lembaga itu memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye dan mendapat izin dari penanggung jawab tempat.(VOA/03)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan