Bandung, Fixsnews.co.id— Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) dengan bangga mengumumkan keikutsertaannya dalam International Conference On Special Education And Diversity (ICSED) pertama yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung, 7 November 2024.
Bertemakan “Promoting Inclusivity in Sexual and Reproductive Health Education for Children with Special Needs,” konferensi ini bertujuan untuk membahas berbagai solusi dan praktik terbaik dalam pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang inklusif dan mampu mengakomodasi kebutuhan anak-anak dengan disabilitas. Keterlibatan ini menegaskan komitmen YGSI dalam memastikan agar setiap individu, termasuk penyandang disabilitas penglihatan, disabilitas pendengaran, dan disabilitas intelektual, mendapatkan akses yang setara terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS).
Komitmen ini selaras dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No.19 Tahun 2011, yang menekankan pada pentingnya aksesibilitas informasi dan layanan kesehatan, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi, tanpa diskriminasi.
“Kami di YGSI meyakini bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang inklusif merupakan hak dasar bagi semua individu, termasuk penyandang disabilitas. Partisipasi kami dalam ICSED 2024 merupakan langkah penting untuk memperluas implementasi program PKRS dan memastikan pendidikan ini dapat diakses secara setara di berbagai lembaga pendidikan,” ujar Ely Sawitri, Direktur YGSI.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 30 juta penyandang disabilitas berada di Indonesia dan sering menghadapi kendala dalam mengakses informasi serta layanan kesehatan yang relevan. Menyadari tantangan tersebut, YGSI telah mengimplementasikan PKRS di berbagai tingkatan pendidikan, termasuk di tujuh Sekolah Luar Biasa (SLB) yang melibatkan 35 guru mitra dan 29 orang tua, serta di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang telah menjangkau 164 mahasiswa dan 73 siswa dengan disabilitas.
Guna memastikan aksesibilitas pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang inklusif, YGSI mengembangkan berbagai produk pengetahuan yang telah disesuaikan dan modul yang ramah disabilitas. Salah satunya adalah video edukasi “Disa, Bili, dan Tasnya” yang dikembangkan dalam 4 topik, dengan menggunakan pendekatan visual sederhana untuk menjelaskan topik-topik seperti anatomi tubuh, pubertas, serta cara menjaga keamanan diri bagi para penyandang disabilitas. Selain itu, YGSI juga telah menyusun Buku Panduan Guru untuk Mengajarkan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Siswa Tunanetra dan Tunarungu Tingkat SMP/Sederajat dan Modul Guru dan Orang Tua untuk Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas bagi Remaja dengan Disabilitas Intelektual.
Sebagai bagian dari upaya bersama khususnya di lingkungan kampus, YGSI bekerjasama dengan UPI dalam mengembangkan buku Mengelola Perkuliahan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) untuk Kampus yang Memiliki Jurusan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang merupakan manifestasi dari upaya untuk menjadikan pendidikan kesehatan reproduksi sebagai bagian integral dari pendidikan tinggi, khususnya dalam mendidik calon guru yang akan bekerja dengan anak-anak berkebutuhan khusus.
UPI sendiri telah menjadikan PKRS sebagai bagian dari kurikulum wajib di Departemen Pendidikan Khusus (PKH), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Inisiatif ini telah menghasilkan 32 artikel penelitian dan 61 skripsi, yang semakin memperkuat posisi PKRS sebagai bagian penting dalam pendidikan tinggi. YGSI berharap model ini dapat diadopsi oleh lebih banyak universitas di Indonesia, memastikan semua penyandang disabilitas mendapat pendidikan kesehatan reproduksi yang setara.
Endang Rochyadi, perwakilan dari UPI, menekankan pentingnya kolaborasi antara YGSI dan UPI, “Kami bangga dapat bekerja sama dengan YGSI dalam mengintegrasikan PKRS ke dalam kurikulum wajib di UPI. Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mahasiswa, tetapi juga memperluas dampak positif pendidikan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas di tingkat komunitas.”
Perwakilan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar, Praptono, menyampaikan dukungan Kementerian Pendidikan terhadap integrasi PKRS dalam kurikulum perguruan tinggi, guna memastikan semua anak memperoleh akses pendidikan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Kementerian Pendidikan terus mendukung integrasi Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) yang inklusif ke dalam kurikulum, guna memastikan bahwa setiap anak muda, termasuk yang berkebutuhan khusus, mendapatkan informasi dan pemahaman yang diperlukan untuk kehidupan yang sehat dan aman.” ungkap Praptono.
Dengan partisipasinya dalam ICSED 2024, YGSI menegaskan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi yang inklusif adalah hak asasi bagi semua individu, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 CRPD. Melalui kegiatan ini, YGSI ingin meningkatkan kesadaran publik dan mendorong kerjasama lintas sektor untuk mewujudkan pendidikan yang menghormati hak-hak serta kebutuhan penyandang disabilitas, serta membangun masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Joana Lamptey, perwakilan dari Rutgers Netherlands, menambahkan, “Dukungan kami di Rutgers Netherland terhadap inisiatif YGSI mencerminkan komitmen kami untuk mendorong pendidikan yang setara dan berkelanjutan. Kolaborasi ini adalah contoh nyata bagaimana kerjasama internasional dapat menciptakan solusi pendidikan yang inovatif bagi penyandang disabilitas dan semoga dapat lebih jauh berinvestasi dalam menciptakan generasi yang lebih sehat di masa depan.”
Melalui keterlibatannya dalam ICSED 2024, YGSI berharap dapat membuka peluang untuk kolaborasi lebih lanjut dan menginspirasi lebih banyak pihak untuk mengadopsi dan mengimplementasikan PKRS di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia, terutama yang memiliki kurikulum pendidikan khusus.
ICSED 2024 diselenggarakan sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya inklusivitas dalam pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan dihadiri oleh pendidik, peneliti, pembuat kebijakan, mahasiswa, serta organisasi yang bekerja di bidang pendidikan dan kesehatan.
Konferensi ini secara khusus mengangkat berbagai topik penting terkait pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas untuk anak berkebutuhan khusus, termasuk integrasi kurikulum, strategi intervensi dini, pertimbangan etis, serta bimbingan dan konseling. Selain itu, turut dibahas metode asesmen untuk memahami pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pengajaran, serta pengelolaan program yang fokus pada kesehatan reproduksi dan seksual. Topik lain yang dibahas adalah pengembangan kebijakan, layanan kompensasi, pendidikan kecakapan hidup yang memadukan kesehatan reproduksi dan seksual, serta aksesibilitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.(red)