Tangerang, Fixsnews. co.id- Warga RT 02 Kelurahan Sudimara Jaya, Ciledug, Kota Tangerang menyepakati menghidupkan budaya jimpitan untuk mendanai kegiatan sosial dan Program RT yang ada di Wilayahnya. Hal itu disepakati saat menyelenggarakan musyawarah, Minggu (18/9/2022) di Jalan Sektor 15 F.
Ketua RT 02/10 Kelurahan Sudimara Jaya Maman Iman saat ditemui Fixsnews.co.id usai acara mengatakan, kegiatan musyawarah ini merupakan ajang memupuk tali silaturahmi antar warga sekaligus forum rembug membahas program atau kegiatan positif untuk kepentingan bersama.
Baca Juga :Syair Puitis Dokter Karel Dourman Saragih, MENINGGAL DAN COVID-19
Diduga Akibat Antri BLT Kompensasi BBM, Tukang Bubur di Parung Panjang Meninggal Dunia
“Kedepannya akan dilakukan secara berkelanjutan setiap bulan sekali sesuai kesepakatan pada musyawarah,” katanya.
Dirinya juga mengapresiasi dukungan warga yang mau berkontribusi pada program RT dan kegiatan sosial yang ada dilingkungan.
“Alhamdulillah, warga sepakat menghidupkan budaya jimpitan dengan dengan cara mengumpulkan uang minimal Rp 1.000/ hari dalam wadah gelas plastik atau kaleng kecil yang biasanya menggantung di dekat pintu atau diikatkan di pagar rumah, ” ungkap Maman.
Lanjut maman menerangkan, Ibarat tabungan sosial, uang yang dikumpulkan dari jimpitan itu nantinya digunakan untuk kepentingan warga itu sendiri yang penggunaan dan pengelolaannya akan dimusyawarahkan terlebih dahulu. Biasanya dana yang terkumpul dari jimpitan digunakan untuk kegiatan sosial atau program RT, seperti untuk kegiatan keagamaan, peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus, pembangunan fasilitas bagi warga, hingga membantu mensubsidi warga yang sedang membutuhkan, dan kegiatan-kegiatan RT lainnya.
Menurut ahli budaya Jawa, Prapto Yuwono, sebagaimana dilansir laman Indonesia.go.id, tradisi jimpitan merunut akar sejarahnya menjadi simbol solidaritas dan ketangguhan warga menghadapi kesulitan ekonomi dari masyarakat pedesaan sejak zaman penjajahan dulu. Adapun mengutip Media Indonesia, tokoh budaya sekaligus dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), Achmad Charris Zubair, mengatakan jimpitan merupakan ekspresi budaya yang dilandasi oleh karakter gotong royong yang menjiwai masyarakat Indonesia. Karena itu, lewat tradisi jimpitan masyarakat diajak saling peduli dan bahu-membahu bilamana ada kesulitan diatasi bersama-sama.
Sementara Ketua RW 10 Kelurahan Sudimara Jaya Dr. H. Suripto, S.E., M.Ak. yang hadir pada musyawarah tersebut, mengapresiasi warga yang menyepakati menghidupkan budaya jimpitan. Menurutnya, apabila dikelola dengan benar dan terarah tentunya akan memberi manfaat dan dampak yang sangat besar bagi pembangunan.
“Saya mendukung semua kegiatan positif yang dilaksanakan warga, termasuk menghidupkan budaya jimpitan. Sebenarnya itu usulan dari saya (budaya jimpitan-red), tidak hanya kepada warga RT 02, tetapi semua RT yang ada di Wilayah RW 10,” Kata Suripto yang juga berprofesi Dosen S2 Magister Akuntansi di salah satu Universitas swasta di Provinsi Banten.
“Kearifan lokal seperti jimpitan merupakan bentuk gotong royong di masyarakat. Secara sadar dan sukarela, masyarakat uang untuk disalurkan mendanai kegiatan sosial dan program RT secara swadaya, masyarakat menyumbang yang dikolektif oleh petugas atau pengurus RT sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan warga serta mempertimbangkan kondisi sekitar, ” katanya.
“Ini menjadi solusi ditengah keterbatasan anggaran pemerintah. kalau di lingkup RT banyak program tetapi tidak ada dana, tentunya program tidak akan berjalan. Maka dengan adanya budaya jimpitan ini bisa mewujudkan kemandirian masyarakat dalam melaksanakan program atau kegiatan sosial yang bermanfaat bagi orang banyak. Selain itu, jimpitan juga dapat menjadi ajang silaturahmi bagi warga, ” tambahnya.
Suripto berharap dana yang dikumpulkan dari masyarakat dapat dilakukan berkesinambungan dan pengelolaannya transparan. Sehingga dapat dipertanggungjawabkan baik jumlah dan penggunaannya dalam bentuk laporan.
Dirinya juga mengajak masyarakat khususnya warga RW 10 Kelurahan Sudimara Jaya untuk menghidupkan kembali budaya jimpitan dan hidup bertetangga dengan baik, rukun, damai serta saling asah, saling asuh.
” Mari kita menghidupkan kembali budaya jimpitan, meskipun terlihat kecil dengan Rp 1.000/hari, jimpitan ini sudah teruji mampu mengatasi permasalahan sosial di sektor ekonomi sejak dulu. Selain dampak finansial, tetapi juga dampak sosial kemasyarakatan yang lain. Menambah kerukunan, solidaritas, gotong-royong dan sebagainya, ” pungkasnya. (Ben)