(Gambar ilustrasi)
Fixsnews.co.id-Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 membawa perubahan signifikan dalam sistem perizinan berusaha berbasis risiko di Indonesia. Regulasi ini menggantikan PP 5/2021 dan memperluas cakupan sektor usaha yang wajib melalui mekanisme perizinan. Menurut Linda, Consultant di CPT Corporate, pemahaman atas aturan baru ini sangat penting bagi investor asing dan pelaku usaha lokal agar proses pendaftaran perusahaan tetap lancar dan sesuai hukum.
“Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan iklim investasi dan mempermudah proses berusaha. Namun, regulasi ini juga bertujuan untuk memastikan kepatuhan, perlindungan lingkungan, serta standar pelayanan publik yang lebih jelas,” jelas Linda dalam siaran pers yang diterima Fixsnews.co.id pada Sabtu (23/8/2025).
PP 28/2025 hadir untuk menyempurnakan kerangka perizinan berbasis risiko, sehingga pelaku usaha memiliki kepastian hukum sekaligus kewajiban yang lebih terukur.
Salah satu perubahan paling berdampak adalah bertambahnya sektor usaha yang kini masuk dalam kategori wajib izin. Dari sebelumnya 305 sektor, kini total menjadi 327. Beberapa sektor baru yang perlu diperhatikan meliputi ekonomi kreatif, informasi geospasial, metrologi legal, koperasi dan investasi, serta sistem elektronik dan transaksi digital.
Bagi investor asing yang ingin mendirikan Perseroan Penanaman Modal Asing (PT PMA), Linda menekankan pentingnya memastikan apakah lini usaha yang dipilih termasuk dalam sektor tambahan ini. “Jika ya, maka kewajiban izin dan dokumen penunjang juga bertambah,” tambahnya.
Kerangka izin masih terbagi dalam empat tingkat risiko, yang menentukan seberapa kompleks proses pendaftaran perusahaan. Investor asing pada sektor tertentu dapat otomatis masuk kategori risiko lebih tinggi, yang berarti memerlukan izin tambahan serta waktu proses yang lebih panjang.
Linda juga mengungkapkan dua tantangan utama yang dihadapi investor asing pasca PP 28/2025: kesesuaian sektor dengan daftar baru dan pengawasan yang lebih ketat. “Kepemilikan asing di sektor berisiko tinggi dapat memicu kewajiban izin yang lebih rumit,” ujarnya.
Sistem OSS (Online Single Submission) telah diperbarui untuk menilai risiko secara real-time, membantu transparansi, tetapi juga menuntut investor untuk lebih cermat dalam menyiapkan dokumen. “Kepatuhan administratif menjadi kunci agar bisnis tidak terganggu, dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah semakin ditekankan,” tambah Linda.
Di tengah perubahan regulasi ini, banyak perusahaan, khususnya PT PMA, memanfaatkan layanan konsultan hukum dan corporate secretarial service. “Dengan dukungan profesional, risiko kesalahan prosedur bisa diminimalkan dan proses pendaftaran perusahaan berjalan lebih efisien,” jelas Linda.
PP 28/2025 bukan sekadar perubahan administratif, tetapi juga strategi pemerintah untuk menyeimbangkan kemudahan berusaha dengan kepastian hukum. Bagi investor asing dan pelaku usaha lokal, memahami dampak regulasi ini merupakan langkah penting sebelum memulai atau memperluas bisnis di Indonesia. Dengan strategi kepatuhan yang tepat, perubahan ini justru bisa menjadi peluang untuk membangun fondasi bisnis yang lebih kuat.
Butuh panduan lebih lanjut tentang pendaftaran perusahaan di Indonesia? Kunjungi CPT Corporate untuk mendapatkan dukungan profesional yang membantu Anda menavigasi regulasi terbaru.(Ben)