Jakarta, Fixsnews.co.id– Kecerdasan buatan (AI) kini bukan lagi sekadar teknologi masa depan; di Indonesia, AI mulai merevolusi cara masyarakat belajar, bekerja, dan mengakses layanan publik. Dari sektor pendidikan hingga kesehatan dan bisnis, adopsi teknologi AI menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam dua tahun terakhir.
Pandangan ini sejalan dengan pernyataan Bill Gates, pendiri Microsoft, yang dalam sebuah wawancara di “The Tonight Show” menyebut bahwa dalam satu dekade ke depan, AI akan membuat manusia “tidak lagi dibutuhkan untuk sebagian besar hal.” Gates menyebut era ini sebagai masa “free intelligence,” di mana keahlian tingkat tinggi seperti nasihat medis dan bimbingan belajar akan menjadi umum dan tersedia secara luas—bahkan gratis—berkat kemajuan AI.
Di Indonesia, transformasi ini sudah mulai terlihat. Lembaga pendidikan seperti MAXY Academy telah mengintegrasikan AI dalam proses pembelajaran, membantu pelajar memahami materi dengan lebih efektif dan membangun keterampilan yang relevan untuk masa depan kerja.
Di sektor publik, berbagai kementerian dan lembaga mulai mengadopsi AI untuk analisis data dan pelayanan yang lebih responsif. Sementara itu, di sektor bisnis, baik UMKM maupun perusahaan besar memanfaatkan AI untuk otomatisasi proses, meningkatkan keterlibatan pelanggan, dan pengambilan keputusan berbasis data.
Isaac Munandar, CEO MAXY Academy, menekankan bahwa Indonesia berada di titik krusial untuk memastikan perkembangan AI tidak hanya menjadi konsumsi kalangan elit teknologi. “Jika kita hanya menjadi pengguna, kita akan tertinggal. Kita perlu mendorong adopsi dan literasi AI yang merata, dari siswa hingga pelaku usaha. Ini bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang kedaulatan digital dan keadilan teknologi,” ujarnya.
Senada dengan itu, Andy Febrico Bintoro, CTO & Co-Founder MAXY Academy, menekankan pentingnya membangun generasi yang tidak hanya paham AI, tetapi juga mampu menciptakan solusi berbasis AI. “Kita harus memastikan bahwa anak muda Indonesia tidak hanya belajar cara menggunakan ChatGPT atau Gemini, tetapi juga memahami cara berpikir, membangun, dan mengintegrasikan AI dalam solusi yang berdampak,” jelas Andy.
Meskipun peluang yang ditawarkan oleh AI sangat besar, tantangan juga tidak sedikit—termasuk masalah keamanan data, etika penggunaan teknologi, dan potensi disrupsi terhadap tenaga kerja. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan menjadi kunci dalam merancang masa depan AI yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan potensi yang terus berkembang, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemain utama dalam transformasi digital di kawasan Asia Tenggara—asal pertumbuhan ini diiringi oleh kebijakan yang bijak dan kesiapan sumber daya manusia yang mumpuni.(Ben)