Surabaya, Fixsnews.co.id— Masyarakat di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Surabaya, terus menggerakkan upaya rehabilitasi mangrove secara swadaya sejak 2008. Meski sempat terkendala keterbatasan dana, kolaborasi dengan platform konservasi LindungiHutan sejak 2021 berhasil mempercepat proses rehabilitasi sekaligus membangkitkan ekonomi lokal.
Ahmad David (37), pegiat lingkungan sekaligus mitra petani mangrove Wonorejo, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar selama ini adalah pendanaan. “Awalnya kami bergerak tanpa dana APBD, hanya atas dasar kepedulian masyarakat. Kehadiran LindungiHutan membantu membuka akses pendanaan yang sangat dibutuhkan,” ujarnya pada Jumat (26/8).
David menyebutkan, sejak program berjalan, masyarakat merasakan manfaat ganda. Ekonomi lokal tumbuh lewat usaha penyemaian bibit, penanaman, dan pengolahan buah mangrove menjadi sirup maupun dodol. “Dampak sosialnya, warga makin peduli lingkungan. Gotong royong lebih kuat,” ujarnya.
Secara ekologis, kondisi pesisir juga membaik. Abrasi berkurang, udara lebih bersih, dan keanekaragaman hayati meningkat, termasuk munculnya kembali burung migran Great Egret (Ardea alba). Burung berleher panjang berwarna putih itu dikenal sebagai spesies migran yang melintasi jalur East Asian–Australasian Flyway, dari Asia Timur hingga Australia.
Kehadirannya menjadi tanda penting, termasuk habitat pesisir kembali sehat. “Great Egret datang karena ada makanan yang cukup. Akar mangrove jadi tempat ikan dan udang berkembang biak, dan itu menarik burung pemangsa seperti egret. Artinya rantai makanan kita sudah mulai pulih,” jelas David.
Kendati demikian, tantangan masih ada, terutama sampah plastik dan limbah industri yang memengaruhi kualitas air, termasuk meninggalkan bau dan warna hitam pekat. “Kalau pohon bisa tumbuh, sampah masih jadi musuh utama,” tutur David.
CEO LindungiHutan, Miftachur “Ben” Robani, menegaskan bahwa keterlibatan warga lokal menjadi kunci keberlanjutan program. “Restorasi bukan hanya menanam pohon, tapi juga melibatkan masyarakat dalam pemantauan jangka panjang. Ketika warga merasa memiliki, hutan akan terjaga,” katanya.
Penelitian menyebutkan mangrove menyimpan 3–5 kali lebih banyak karbon per unit area dibanding hutan daratan tropis. Dalam hal perlindungan pesisir, mangrove bisa mengurangi energi gelombang hingga 66% dalam 100 m area, atau 75% dalam 200 m, tergantung kepadatan dan struktur fisiknya.
David berharap kolaborasi ini diperkuat dengan pelatihan dan pendampingan keterampilan. “Kami ingin keberlanjutan, bukan hanya menanam. Untuk donatur juga kami harap terus mendukung karena dampaknya nyata bagi ekonomi dan lingkungan,” tutupnya.(Ben)