Banyak LSM Indonesia Terdampak Pembekuan Bantuan Amerika Serikat

oleh

Caption: Sumbangan bahan pangan dari USAID untuk Program Pangan Dunia PBB (WFP) (foto: ilustrasi).

Fixsnews.co.id- Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia mengalami dampak langsung akibat pembekuan bantuan asing dari Amerika Serikat dan rencana penutupan Badan AS untuk Pembangunan Internasional (USAID). Para pengamat di AS mengingatkan akan pentingnya bantuan asing untuk menjaga hubungan baik dengan mitra-mitra mereka.

Setelah Presiden Donald Trump memutuskan untuk membekukan hampir semua bantuan asing, termasuk dari USAID, banyak LSM di Indonesia merasakan konsekuensinya. Salah satunya adalah Indonesia AIDS Coalition, yang fokus pada program pengentasan HIV dan AIDS, yang terpaksa menghentikan aktivitas para petugas lapangan mereka.

“Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, ada sekitar 200 hingga 300 petugas lapangan yang seharusnya bekerja setiap hari. Sekarang, semuanya telah menerima surat perintah untuk berhenti bekerja,” ungkap Direktur Eksekutif Aditya Wardhana saat diwawancarai oleh VOA di kantornya di Jakarta.

Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia, yang menyelenggarakan pelatihan lingkungan bagi jurnalis, juga mengungkapkan keterkejutannya terhadap perubahan yang terjadi secara mendadak. “Semua orang tahu bahwa akan ada perubahan dalam kebijakan luar negeri AS, itu sudah diketahui publik. Namun, yang mengejutkan kami adalah waktunya. Kami tidak menyangka bahwa kejadian ini akan berlangsung secepat ini dan sejauh ini,” kata Sekretaris Jenderal Fira Abdurrahman kepada VOA.

Sementara salah satu penerima dana USAID, yang ingin identitasnya dilindungi, mengeluhkan tidak adanya kejelasan.

“LSM-LSM yang di bawah USAID itu bahkan tidak bisa berkomunikasi dengan USAID soal hal ini. Jadi kita buta. OK kita disuruh berhenti kerja, tapi kita nggak bisa diskusi soal ini,” ujarnya.

Pada tahun fiskal 2023, AS membelanjakan 230 juta Dolar AS (3,6 triliun Rupiah) untuk bantuan di Indonesia, dan mendanai 50 lebih program antra lain bidang kesehatan, perempuan wirausaha, hingga manajemen bencana.

USAID Berdiri pada 1961

Usaid didirikan pada 1961 di bawah Presiden John F Kennedy, untuk melawan apa yang disebut sebagai pengaruh soviet di dunia pada saat itu.

USAID merupakan badan pemberi bantuan terbesar di dunia, yang beroperasi di seluruh dunia, termasuk indonesia. Meski begitu, USAID menggunakan tak sampai 1 persen anggaran pemerintah federal AS.

Usai dilantik, Presiden Trump langsung melakukan pembekuan bantuan asing AS selama 90 hari, seraya meninjau program-program supaya sejalan dengan kebijakan ‘Utamakan Amerika’ atau America First.

Namun Departemen Efisiensi Pemerintah yang dipimpin biliuner Elon Musk, menyatakan Presiden Trump setuju untuk menutup operasi USAID. Situs USAID kini menyatakan pegawainya di seluruh dunia akan dicutikan, dan dipulangkan ke Amerika.

Menurut profesor pembangunan internasional dari Georgetown University, Raj M. Desai, langkah ini belum pernah terjadi, mengingat bantuan asing selalu mendapat dukungan dari presiden, baik dari Partai Demokrat maupun Partai Republik.

“Kenyataannya, beberapa peningkatan terbesar dalam beberapa dekade terakhir berasal dari presiden-presiden dari Partai Republik,” ujarnya ketika diwawancara VOA.

“Sebagai contoh, Ronald Reagan, pada pemerintahan pertamanya, memimpin peningkatan yang sangat besar dalam bantuan luar negeri AS. George W Bush pada tahun 2000-an, meningkatkan lebih dari dua kali lipat pencairan bantuan AS. Dan menciptakan berbagai program baru, termasuk program darurat presiden tentang penanggulangan AIDS, PEPFAR,” jelasnya.

Timbal Balik bagi AS

Raj menekankan, bantuan asing akan memberi timbal balik bagi bagi Amerika sendiri. Sebagian besar mitra datang AS saat ini, ujarnya, pernah menjadi penerima bantuan luar negeri AS.

“Sehingga bantuan tersebut membangun hubungan komersial. Bantuan itu membangun hubungan ekonomi. Hal itu pada akhirnya saling menguntungkan,” tambahnya.

Bantuan asing juga membantu keamanan nasional Amerika, menurut pengamat dari Hudson Institute, Patrick M. Cronin, yang pernah menjabat sebagai orang nomor tiga di USAID, pada era Bush.

“Kami juga masuk ke titik-titik masalah yang disebut “’negara-negara yang rapuh’. Beberapa di antaranya merupakan titik-titik rawan, seperti afghanistan dan negara yang sedang membangun kembali,” ungkapnya kepada VOA.

Para pengamat memprediksi, penghentian bantuan asing AS melemahkan pengaruh Amerika di negara-negara mitra, dan menjadi peluang bagi pesaing AS di kawasan.

“Amerika sangat butuh membangun keahlian, kepercayaan, dan niat baik. Bantuan asing adalah sarana tepat untuk mencapainya. Meskipun program-program spesifik bisa dihapus, ditambah, dikurangi, atau diperluas,” jelas Patrick.

“Jadi penangguhan bantuan asing, menurut saya, berisiko menyerahkan wilayah penting kepada tiongkok, khususnya di Asia Tenggara,” ujar Raj.

Sementara itu, LSM-LSM di indonesia mulai mencari alternatif pendanaan ke negara atau lembaga amal lain.(VOA/03)