JAKARTA,Fixsnews.co.id- Ketua Komnas KIPI Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), MTropPaed mengatakan bahwa reaksi anafilaktik akibat vaksinasi sangat jarang terjadi. Dari satu juta dosis, terjadi sebanyak 1 atau 2 kasus. Selain disebabkan Vaksin, reaksi Anafilaktik juga bisa terjadi akibat faktor lain.
“Anafilaktik dapat terjadi terhadap semua vaksin, terhadap antibiotik, terhadap kacang, terhadap nasi juga bisa, terhadap zat kimia juga bisa,” katanya dalam keterangan persnya , Sabtu (23/1).
Sebagai tambahan informasi, anafilaktik adalah syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat. Syok Anafilaktik membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat
Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), MM. yang merupakan guru Besar UNPAD sekaligus Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Sinovac menegaskan bahwa kejadian anafilaktik pasti akan terjadi untuk penyuntikan skala besar,sehingga sudah menjadi tugas fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu siap mengantisipasi kemungkinan kejadian tersebut.
“kalau kita lakukan vaksinasi 1 juta saja, 1-2 orang akan pingsan. Kalau yang disuntik 10 juta maka yang pingsan 10-20 orang, orang akan ribut, medsos akan bertubi tubi, media sibuk. Padahal memang seperti itu. Jadi kita harus siap siap” ungkap prof Kusnandi.
Prof Kusnandi menegaskan bahwa vaksinasi memiliki manfaat yang lebih besar dibanding risikonya. Vaksin yang saat ini dipakai dalam program vaksinasi aman, sesuai dengan rekomendasi WHO, memiliki reaksi lokal dan efek sistemik yang rendah, memiliki imunogenitas tinggi serta efektif untuk mencegah COVID-19.
“Sejauh ini reaksi anafilaksis tidak ditemukan dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Hanya ditemukan reaksi ringan semisal sering mengantuk seperti yang dialami oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Rafi Ahmad,” katanya.
“Jika terjadi reaksi Anafilaktik pasca Vaksinasi COVID-19, pemerintah telah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Dalam Permenkes tersebut tercantum anafilaktik sebagai upaya preventif apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Dalam pasal 1 nomor 8 disebutkan bahwa peralatan anafilaktik adalah alat kesehatan dan obat untuk penanganan syok anafilaktik,” tambahnya.
“Sudah ada di Peraturan Menteri Kesehatan, sudah ada kit anafilaktik yang harus disediakan, sudah ada petunjuk mengenal gejala nya, sudah ada tanda petunjuk untuk cara pelaksanaan vaksinasi,” ucap Prof Hindra.
Lanjutnya menerangkan, reaksi Anafilaktik tergolong ke dalam KIPI serius, sehingga apabila terjadi KIPI serius, setiap kejadian harus segera dilaporkan secara berjenjang yang selanjutnya diinvestigasi oleh petugas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi.(hms/ben)