Industri Batasi Kuota Susu Lokal, Peternak Sapi Pasuruan Buang Susu Hasil Panen

Pasuruan-jatim | fixsnews.co.id-Penolakan dari industri pabrik menjadi alasan peternak sekaligus pengepul susu membuang susu hasil panennya. Padahal, pengepul susu sendiri telah menjalin kontrak dengan salah satu industri pabrik susu .

“Kejadian buang-buang susu terjadi di seluruh Jawa. Saya ada videonya lengkap semua, sampai sekarang teman-teman saling berkoordinasi, namun sampai hari ini tidak ada yang berani speak up. Karena hubungannya dengan program susu gratis digembor-gemborkan terus,” ujar salah satu peternak sekaligus pengepul susu asal Pasuruan Bayu Aji Handayanto.

Bayu menyebut negara saat ini seolah-olah sedang mengalami kekurangan susu. Namun faktanya, jika memang kekurangan seharusnya masyarakat kecil sebagai peternak tidak sampai membuang-buang susu.

Ini menjadi isu hangat, ketika pemerintah gencar-gencarnya menggalakkan sektor pangan daging, susu dan padi. Justru ini berbanding terbalik dengan realitanya yang malah membuang-buang susu,” terang Bayu.

“Pengepul susu ada koordinasi melalui WA. Katakanlah saya menjual di pabrik A, dan teman saya menjual di pabrik B. Nah kita ini mengalami kendala yang sama, sudah dua bulan ini dan rata-rata sudah buang susu. Mereka (peternak) bersedia mengirimkan video-videonya dan sudah saya terima,” tambahnya.

Industri pabrik yang telah menjalin kontrak dengan Bayu, bersikukuh mengatakan ada pembatasan kuota. Sebab, industri itu menyebut pasokan dalam negeri terlalu banyak. Padahal, Bayu mengatakan produksi di Indonesia hanya 20% dan kuota impor bisa mencapai 80 %.

Pada intinya, susu dari masyarakat itu dinomorduakan, produk dalam negeri dinomorduakan, yang diutamakan dari impor,” sebutnya.

Bayu juga menguraikan alasan industri tersebut menolak pengiriman susu darinya. Pertama, kuota jumlah susu yang masuk dibatasi hingga ada perbaikan mesin. Ia lantas menyebut, jika industri itu suatu hari membutuhkan, industri akan membeli (susu) lagi ke Bayu.

“Industri begitu, tidak pernah berbicara kalau memakai susu impor. Karena mereka suatu saat akan butuh dan membeli lagi ke kita, kayak komitmennya tidak jalan, beli kalau pas lagi butuh aja,” pungkasnya.

Selama ini, pengawasan dari pemerintah sangat kurang. Pintu impor pun terbuka lebar tanpa adanya pajak untuk susu impor. Hal ini memungkinkan distributor untuk melakukan impor dengan mudah,” ungkap Bayu.

Bayu menekankan pentingnya untuk lebih mengutamakan produk susu dalam negeri, karena hal ini berkaitan langsung dengan kehidupan peternak dan banyak orang yang bergantung pada penghidupan dari sahabat ternak mereka.

Jika pemerintah berkomitmen terhadap kesejahteraan peternak lokal, kami mengharapkan perubahan visi dalam mengelola produk susu dalam negeri. Jangan hanya mengedepankan produk impor, padahal kami tinggal di Indonesia. Perlu ada perhatian lebih terhadap hasil panen susu dari masyarakat,” tambahnya.

Menurut Bayu, jika permasalahan harga berhadapan dengan susu impor, seharusnya itu bisa dilakukan negosiasi untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan. Para peternak bahkan siap berdiskusi mengenai harga agar bisa bersaing dengan produk luar. Sampai saat ini, peternak sapi perah tetap menjalankan aktivitas mereka meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi.(Dilli)