Caption:Seorang perempuan mengenakan masker pelindung berjalan melewati mural bertema virus corona saat wabah COVID-19 terus berlanjut di Solo, Jawa Tengah, 21 Februari 2021. (Foto: Antara/Mohammad Ayudha via REUTERS)
Menyusul berakhirnya status kedaruratan kesehatan akibat COVID-19 oleh sedikitnya tujuh negara, pemerintah juga menetapkan RI memasuki masa endemi. Artinya, COVID-19 sudah dianggap sebagai penyakit biasa. Kondisi ini berdampak pada skema pembiayaan pasien COVID yang selama ini ditanggung negara.
SOLO, JAWA TENGAH,Fixsnews.co.id—
Penyintas COVID-19, Fajar Shodiq mengaku senang akhirnya Indonesia memasuki masa endemi, yang berarti bukan masa darurat lagi. Ia mengenang saat-saat dirawat di salah satu rumah sakit pemerintah di Solo ketika terjangkit virus corona pada dua tahun lalu.
“Pas pandemi saya mengalami gejala berat disertai sesak nafas. Saya dirawat di RSUD di Solo selama 25 hari. Sekali minum obat 15 butir, Saya juga kepikiran biayanya, saya pikir mahal, ternyata gratis,” kata Fajar kepada VOA, Kamis (22/6).
Baca Juga:Pemerintah Cabut Status Pandemi COVID-19
Pemkot Tangerang Miliki Program Layanan Psikologi Gratis untuk Warganya
Pada masa pandemi itu, pasien COVID-19 tidak hanya harus menjalani perawatan medis – yang umumnya dijamin pemerintah – tetapi juga berulangkali menjalani tes swab atau usap tenggorokan yang mahal. Sekali tes, butuh ongkos lebih dari Rp1,5 juta. Tes ini bahkan menjadi syarat untuk melakukan perjalanan. Biaya tes ini ditanggung warga secara mandiri.
Saat menyatakan Indonesia memasuki masa endemi COVID-19 pada Rabu (21/6), Presiden Joko Widodo hanya mengimbau warga untuk tetap hati-hati dan terus menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih. Ia tidak menyebut soal biaya pengobatan pasien yang sebelumnya dijamin pemerintah.
Namun dalam konferensi pers secara daring hari Kamis (22/6), juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Profersor Dr. Wiku Adisasmito memastikan jaminan biaya itu.
“Saat ini, vaksinasi dan penanganan, atau biaya pengobatan pasien COVID-19, masih dijamin oleh pemerintah. Kemudian kebijakan selanjutnya akan diatur oleh pemerintah,” ujar Wiku.
Pemerintah sedang memulai skema pembiayaan pasien COVID-19 yang berbeda dengan saat masa pandemi. Pada masa endemi sekarang ini, tanggungan biaya perawatan pasien COVID-19 akan disesuaikan dengan diagnosis pasien, sama seperti skema Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN pada umumnya.
Baca Juga:PWI Pusat Memproses Kerja Sama Pengadaan Rumah untuk Anggota
Kendalikan Inflasi, Pilar Jelaskan Enam Langkah Antisipatif yang Dilakukan Pemkot Tangsel
Fajah Shodiq merasa lega dengan isyarat tersebut.
“Ya harapan saya di masa endemi COVID, pasien yang masih dirawat karena terjangkit covid bisa di-cover dengan BPJS. Kalau bayar sendiri, kan mahal. Berapa harga banyak obat yang harus dikonsumsi per hari, fasilitas kesehatan yang dipakai rawat inap, tes swab atau usap tenggorok, dan sebagainya,” jelas warga Muntilan, Magelang, Jawa Tengah itu.
Tak hanya biaya perawatan pasien COVID-19, Fajar pun menilai vaksinasi virus corona juga masih perlu digencarkan secara masif dan tidak dipungut biaya. Menurutnya hal ini penting agar warga merasa tenang dalam masa peralihan ini dan mulai menjalankan kehidupan bersih dan sehat.
Lalu bagaimana nasib Satgas Penanganan COVID-19 ketika masa pandemi beralih menjadi endemi? Wiku menilai satgas masih dibutuhkan.
“Sampai memasuki masa endemi saat ini satgas kami sebagai lembaga adhoc yang dibentuk menangani kedaruratan kesehatan masyarakat yang terjadi di Indonesia. Seperti yang terlihat penanganan COVID di Indonesia yang terus terkendali dan melandai maka peran dan fungsi satgas akan disesuaikan. Maka dimohon masyarakat untuk terus mematuhi anjuran pemerintah menerapka pola hidup bersih dan sehat. Di masa endemi saat ini. Untuk menghindari penularan COVID-19 dan sejenisnya,” pungkas Wiku.(VOA/03)