Caption:Penumpang mengenakan masker pada jam sibuk sore hari di tengah pandemi COVID-19, di stasiun kereta di Jakarta, 3 Januari 2022. (REUTERS/Willy Kurniawan)
Pemerintah akhirnya mencabut aturan kewajiban memakai masker di tempat umum.
JAKARTA,Fixsnews.co.id- Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, pencabutan kewajiban memakai masker tersebut adalah untuk pelaku perjalanan baik dalam maupun luar negeri, masyarakat yang berkegiatan dalam skala acara yang besar, dan yang berkegiatan di fasilitas publik.
“Demi memaksimalkan perekonomian Indonesia dan proses transisi endemi, Satgas COVID-19 telah melakukan relaksasi kebijakan dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan Pada Masa Transisi Endemi Untuk Mencegah Penularan COVID-19,” ungkap Wiku dalam keterangan persnya.
Bersamaan dengan keluarnya aturan tersebut, Wiku tetap menganjurkan masyarakat untuk melakukan beberapa hal penting yakni. Pertama, katanya, tetap melakukan vaksinasi COVID-19 sampai dengan booster kedua, terutama masyarakat rentan seperti lansia dan komorbid.
Kedua, lanjutnya, masyarakat yang sedang dalam keadaan tidak sehat diharapkan tetap mengenakan masker dengan baik.
Baca Juga:Provinsi Banten Waspada Dampak Cuaca Ekstrem
Sabet Gelar Profesor di Usia 33, Ibnu Sina Chandranegara Jadi Guru Besar Hukum Termuda di Indonesia
Ketiga, Wiku menganjurkan agar masyarakat tetap membawa hand sanitizer atau menggunakan sabun dan air mengalir untuk mencuci tangan untuk terhindar dari virus.
Keempat, menurut Wiku, tetap berusaha menjaga jarak menggunakan aplikasi SATUSEHAT untuk terus memonitor kesehatan pribadi.
“Selanjutnya, kepada seluruh pengelola dan operator fasilitas transportasi, fasilitas publik, dan kegiatan skala besar bersama dengan pemerintah daerah dianjurkan untuk tetap melakukan perlindungan kepada masyarakat melalui upaya preventif dan promotif serta tetap melakukan pengawasan, pembinaan, penertiban, dan penindakan terhadap pelaksaanaan protokol kesehatan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan penularan COVID-19,” kata Wiku.
Wiku menekankan bahwa masyarakat harus bersiap melakukan transisi endemi dengan protokol kesehatan yang baru, yakni menekankan tanggung jawab pribadi dan kolektif untuk mencegah penularan COVID-19.
“Banyak negara yang sudah dapat mengendalikan COVID-19 sehingga kasusnya melandai, maka WHO dapat mempertimbangkan untuk menentukan pengakhiran pandemi serta saat ini tanggung jawab masyarakat pada transisi endemi sangat penting untuk saling melindungi dan saling menjaga untuk tidak tertular COVID-19,” tuturnya.
Situasi COVID-19 Dunia dan Nasional
Relaksasi aturan penggunaan masker merupakan tindak lanjut dari terkendalinya situasi pandemi COVID-19 baik secara global dan nasional.
Data menunjukan penurunan kasus harian di dunia sejak awal 2023 hingga 8 Juni 2023. Kasus positif turun 97 persen, kasus kematian turun 95 persen dan kasus aktif turun empat persen. Selain itu, rata-rata persentase kasus kesembuhan di dunia selama tahun 2023 mencapai 96 persen.
Secara nasional, jelas Wiku, perkembangan indikator pandemi COVID-19 juga telah mengalami penurunan sejak awal tahun sampai saat ini.
“Per 1 Januari sampai dengan 8 Juni 2023, kasus positif turun 31 persen menjadi 254 kasus dari 366 kasus. Kemudian rata-rata persentase kasus kesembuhan di Indonesia saat ini sebesar 97,47 persen dan kasus kematian mengalami penurunan 43 persen,” jelasnya.
Sementara itu, cakupan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap sampai saat ini sudah mencapai 74,53 persen, vaksinasi penguat (booster) dosis pertama 37,93 persen, dan booster kedua 1,73 persen. Capaian vaksinasi juga diikuti dengan hasil survei imunitas (serosurvey) yang menunjukkan cakupan dan kekebalan imunitas penduduk Indonesia yang tinggi, yakni berada pada angka 99 persen per Januari 2023.
Pengawasan Tetap Harus Dilakukan
Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan langkah pemerintah tersebut cukup tepat mengingat sudah membaiknya situasi pandemi di tanah air.
Ia menjelaskan, saat ini risiko penularan COVID-19 sudah jauh lebih menurun. Selain itu tingkat rawat inap dan tingkat kematian juga sudah cukup rendah.
“Sub varian yang muncul juga makin ringan termasuk yang paling akhir Arcturus juga ringan. Apalagi angka kematian sudah sangat rendah, bahkan di Indonesia angka kematiannya sudah nyaris nol atau satu. Jadi sebetulnya kalau kita lihat virusnya masih ada. Semua penyakit, tidak hanya COVID-19 saja, penyakit menular di Indonesia hampir semuanya masih ada meskipun beberapa diantaranya sudah mulai tereliminasi. Jadi artinya sudah semakin aman, terkendali,” ungkapnya kepada VOA.
Seiring dengan membaiknya situasi dan kondisi penanganan pandemi COVID-19 secara nasional, menurutnya sudah tepat bagi pemerintah untuk mencabut status darurat kesehatan masyarakat.
“Saya juga mengusulkan tidak hanya sekedar pencabutan kewajban penggunaan masker, tapi juga saya mengusulkan pencabutan status darurat kesehatan masyarakat, karena di WHO saja sudah mencabut status Public Health Emergency of International Concern, kenapa Indonesia masih bertahan? Menko waktu itu sudah setuju bahwa Menkesnya diminta segera dikaji untuk mencabut. Tapi Menkes masih menunggu hasil Sero Survei Prevalensi,” jelasnya.
Ia menuturkan, sudah saatnya perhatian pemerintah beralih kepada penyakit-penyakit serius lainnya yang telah terabaikan akibat COVID-19, seperti penyakit TBC, difteri dan rabies yang akhir-akhir ini muncul di wilayah Indonesia timur.
Lebih jauh, Windhu menekankan komunikasi publik terkait protokol kesehatan tetap harus dilakukan oleh pemerintah dari waktu ke waktu, termasuk tetap melakukan pengawasan (surveillance).
“Pemerintah tentu harus tetap melakukan surveillance. Jadi ‘CCTV’ tetap harus dinyalakan. Nanti kalau kelihatan ada tren baru peningkatan kasus kembali misalnya, bisa langsung pencet alarm. Pemerintah dan semua pengelola tempat publik dan transportasi tetap harus melindungi masyarakat. Tapi tentu alarm-nya dari pemerintah. Jadi begitu, pemerintah memencet bel semua harus bergerak dan itu untuk semua penyakit,” pungkasnya.(VOA/03)