Sidoarjo-jatim | fixsnews.co.id-Sidang sengketa rumah Jalan Majapahit 47A Sidoarjo kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (5/11/2024). Namun demikian, keterangan lima orang saksi yang dihadirkan malah menguatkan jika para penggugat merupakan ahli waris dari Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing, pemilik rumah Jalan Majapahit 47A Sidoarjo.
Para penggugat melalui kuasa hukumnya Agung Silo Widodo Basuki SH MH dan M Takim SH MH, kali ini menghadirkan lima orang saksi. Mereka adalah Abdan, sopir pribadi almarhum Tjan Hoet Mien, Hanik dan Puji Astutik yang merupakan tetangga Tjan Hoet Mien, Suherlina Susilowati, sepupu jauh dari Tjan Hoet Mien dan Hadi Sugianto, cucu dari Jang Boen Poo, pemilik pertama rumah Jalan Majapahit 47A.
Namun, dari lima orang saksi yang dihadirkan di muka persidangan, ternyata semakin menguatkan bahwa para penggugat merupakan ahli waris yang sah dari pasangan Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing. Bahkan di depan Majelis Hakim, para saksi ini juga mengakui jika rumah Jalan Majapahit 47A tersebut milik dari pasangan Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing sejak tahun 1959. Meski diakui, mereka tidak mengetahui secara langsung proses jual beli rumah tersebut.
Tetapi, para saksi menyebut, bahwa rumah yang kini diklaim milik tergugat Mariana Chandra dkk itu telah di tempati oleh pasangan Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing bersama anak dan cucunya sejak lama.
“Ya, rumah itu di tempati (Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing) bersama anak dan cucunya. Saya sopir pribadi di situ,” ujar Abdan, yang kini berusia lebih dari 80 tahun di depan Majelis Hakim.
Bahkan, ketika ditanya apakah tergugat Mariana Chandra dkk pernah tinggal di rumah tersebut? Abdan pun mengatakan tidak pernah, bahkan tidak kenal dengan Mariana Chandra.
Hal itu juga diakui oleh Hanik dan Puji Astutik. Sebagai tetangga dekat Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing, mereka juga mengakui tidak pernah melihat tergugat di rumah yang disengketakan tersebut. “Tidak pernah, dan saya tidak pernah tahu. Saya tinggal di Majapahit 59,” jelas Hanik, yang dibenarkan oleh Puji Astutik dan Suherlina Susilowati.
Hadi Sugianto, cucu dari Jang Boen Poo, pemilik pertama rumah Jalan Majapahit 47A, juga menyatakan bahwa rumah tersebut memang dibeli oleh Lie Kwi Tjing (istri Tjan Hoet Mien) dari kakeknya, Jang Boen Poo. “Saya tahunya dari paman saya,” tandas Hadi kepada Majelis Hakim.
Menariknya, dari kelima saksi yang dihadirkan, ternyata tidak pernah mengetahui tergugat Mariana Chandra dkk tinggal maupun menempati rumah tersebut. Menurut Boby, kuasa hukum tergugat kepada awak media, bahwa pemilik rumah tidak perlu menempati rumah tersebut. Intinya, yang membuktikan kepemilikan rumah atau bangunan hanyalah sertifikat.
“Jadi begini, kepada masyarakat Indonesia, yang memiliki tidak harus menempati, itu khan masih saudara. Siapa pun boleh mengklaim, tetapi sertifikat adalah yang sah dalam pemilikan tanah dan bangunan,” kata Boby, usai persidangan.
Namun, hal itu dibantah oleh kuasa hukum penggugat, Agung Silo Widodo Basuki SH MH. Menurut Agung, jika tergugat mengklaim sebagai pemilik tanah dan bangunan Jalan Majapahit 47A, tetapi tidak pernah sekalipun menempati atau tinggal di tempat tersebut maka legitimasinya perlu dipertanyakan.
“Pertanyaan kami, kalau tergugat yang mengklaim tidak pernah tinggal dan menempati obyek, lalu bagaimana legitimasinya?,” tanya Agung.
Hal itu, kata Agung, jauh berbeda dengan para penggugat, yang memang sudah sejak lama secara turun temurun tinggal di tempat tersebut. “Para saksi pun menyampaikan hal yang sama. Bahkan saksi dari tetangga pun mengatakan bahwa mereka tahu siapa yang tinggal disitu secara turun temurun. Jadi tetangga tahu persis, siapa yang tinggal disitu sampai cucu-cucunya. Dan sampai hari ini pun obyek itu masih ditinggali oleh klien kami,” tegas Kandidat Doktor Ilmu Hukum dari salah satu Universitas di Surabaya ini.
Sedangkan, M Takim SH MH menyebut, bahwa selama ini ada upaya-upaya menuju perbuatan melawan hukum, yaitu seolah-olah menghilangkan hak waris mutlak atau legitime portie. “Itu yang perlu kami garis bawahi,” tambah Takim, yang dibenarkan oleh Agung.
Seperti diketahui, 24 orang penggugat yang disebut-sebut sebagai ahli waris dari Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing melakukan gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) terhadap Jan Sioe Mei (Mariana Chandra), Mariani, Siangfuk dan Maria. Keempat tergugat tersebut merupakan anak keturunan dari Tjan Hwan Hwa.
Sengketa itu berawal ketika Tjan Hoet Mien dan istrinya Lie Kwie Tjing datang ke Sidoarjo pada tahun 1951 untuk berdagang. Kemudian pada tahun 1955-1958 mereka menyewa rumah di Jalan Majapahit No.35-37 (Sekarang Jalan Majapahit No.47A).
Pasangan ini mempunyai keturunam 18 orang. Diantaranya, Njoek Lan/Tatik Sulandari, Tjan Hwan Hwa, Njoek Ing/Tjan Njoek Ing, Wan Liong/Harianto, Njoek Moy/Tsang Tjoek Moy, Wan Sioeng/Sugianto, Wan Djong/Djoko, Njoek Djun/Tjan Yuliana Chandra, Njoek Poen/Suliani dan Wan Yong/Chandra Wiyana.
Merasa hoki atas rumah itu, Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing membeli rumah itu dari Jang Boen Poo, yang berwenang dari Firma Tjiap Hong TjanTjan pada tanggal 29 Desember 1959.
Namun, karena kedua pasangan ini tercatat sebagai warga Negara Asing (WNA), pembelian rumah dan tanah tersebut akhirnya diatasnamakan anak keduanya, yaitu Tjan Hwan Hwa, yang saat itu sudah tercatat sebagai WNI.
Ketentuan itu sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Bahkan, dalam kwitansi jual beli juga tertulis dan dibayar oleh Tjan Hoet Mien, yang berbunyi atas pembelian dua buah tanah Eigendom H. V. E Verf No/10791 dengan luas 268 M² dan R.V.E Verp. Nomor 14662 dengan luas 343 M².
Lahan tersebut kemudian dijadikan tempat usaha minuman lemon dengan merk Tjin Mie dan tempat usaha PT. L.O.T.
Namun, konflik keluarga ini muncul setelah Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing meninggal dunia. Tanah dan bangunan yang sebelumnya hanya meminjam nama Tjan Hwan Hwa itu tiba-tiba beralih nama ke tergugat, yakni Mariana Chandra Dkk, yang merupakan anak keturunan dari Tjan Hwan Hwa. Bahkan, tanah dan bangunan yang sudah bersertifikat
HGB (Hak Guna Bangunan)
No.134 seluas 579 M2 diklaim sebagai milik mereka. (Dilli)