Waspada Demam Berdarah ! Berikut penjelasan & pencegahannya

FIXSNEWS.CO.ID- Demam Berdarah Dengue atau yang biasa dikenal dengan DBD merupakan penyakit yang dapat menyebar dengan cepat terutama di daerah tropis dan subtropis. DBD disebut menyebar dengan cepat karena virus dengue dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan mudah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus dan kebiasaan hidup nyamuk Aedes yang berhubungan dengan lingkungan manusia. DBD merupakan penyakit infeksi berbahaya yang dapat menyebabkan kematian dan seringkali menimbulkan wabah.

Baca juga : Terjerumus Narkoba, Rehabilitasi Jauh Lebih Baik Daripada Penjara

 

Apa saja gejala yang timbul jika seseorang terkena DBD?

Gejala pertama yang dapat timbul adalah demam tinggi secara tiba-tiba. Demam ini berlangsung secara terus menerus dan berlangsung selama kurang lebih dua sampai tujuh hari. Kemudian ditemukan salah satu dari tanda perdarahan berikut: petekie (bintik-bintik kecil berwarna merah pada kulit akibat perdarahan kecil), purpura (ekstravasasi darah), ekimosis (purpura dengan ukuran lebih besar), epistaksis (mimisan), perdarahan pada gusi, hematemesis (muntah darah) atau melena (tinja berwarna gelap karena adanya perdarahan di saluran cerna bagian atas). Bisa juga ditemukan adanya penurunan kadar trombosit atau disebut dengan trombositopenia. Selain itu pada anak-anak yang terkena DBD sering ditemukan adanya pembesaran hepar (hati). Lalu bisa juga timbul syok disertai hipotensi (tekanan darah rendah), ujung jari terasa dingin dan gelisah.

Bagaimana pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi DBD?

Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi DBD bersifat simptomatik (pengobatan gejala yang ditimbulkan) dan suportif (terapi pendukung). Berikut beberapa cara pengobatan DBD:
Pemenuhan kembali cairan tubuh.
Penderita DBD bisa diberikan minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam (bisa diberikan air teh, gula, sirup atau susu). Selain itu bisa diberikan oralit jika perlu, 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit.
Jika tidak bisa diberikan cairan secara oral atau melalui mulut karena muntah atau sakit perut yang berlebihan, maka diperlukan pemberian cairan secara injeksi (penyuntikan) atau intravena melalui pembuluh darah.
Kompres air hangat.
Berikan obat penurun demam jika demam tinggi.
Segera bawa ke rumah sakit apabila gejala semakin parah untuk mendapatkan penanganan.

Apakah DBD bisa dicegah?

Penyakit DBD ini tentu bisa dicegah dengan cara pengendalian vektor (nyamuk). Selama ini cara pencegahan yang paling efektif adalah dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) menggunakan metode 3M Plus, yaitu:
Menguras,bersihkan tempat-tempat yang sering digunakan untuk menampung air, seperti bak mandi dan ember yang berisi air. Menutup, tutup rapat tempat untuk menampung air, seperti ember, tangki air dan lain-lain. Mendaur ulang atau memanfaatkan kembali barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk penyebar penyakit demam berdarah.

Baca juga : 

 Tangis Bahagia Paulina Siallagan, Putri Seorang Penambal Ban Jadi Peringkat 1 Lulusan Casis Bintara Polri

Sementara yang dimaksud dengan Plus, yaitu:
Memelihara ikan cupang untuk memakan jentik-jentik nyamuk. Menabur bubuk abate kedalam kolam atau bak yang menampung air, setidaknya setiap 2 bulan sekali. Tidak hanya menggunakan bubuk abate, kita juga bisa menggunakan zat lain seperti altosoid. Zat-zat seperti ini bisa ditemukan di apotek atau toko bahan kimia.
Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot maupun elektrik.
Memakai krim untuk mencegah gigitan nyamuk. Memasang kawat kasa pada jendela atau ventilasi udara untuk mengurangi nyamuk yang masuk kedalam rumah.
Hindari menggantung pakaian didalam rumah (baik baju baru maupun bekas) karena bisa menjadi tempat nyamuk beristirahat. Sangat disarankan untuk menggunakan kelambu pada tempat tidur.
Untuk itu diperlukan pemantauan jentik secara rutin dan PSN 3M Plus. Pemerintah daerah ataupun swasta dan masyarakat memerlukan komitmen untuk bersama-sama melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran penyakit demam berdarah.

Penulis:Dhannisa Ika Savitri,Fakultas Kedokteran tahun 2017,Prodi: Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh.
(Seluruh isi artikel merupakan tanggung jawab penulis)